Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 22:22 WIB | Sabtu, 19 Oktober 2013

Pengamat Tata Kota: Monorel Diharapkan Terus Berlanjut Siapapun Gubernurnya

Nirwono Joga, Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti. (Foto: Kartika Virgianti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pengamat Tata Kota, Nirwono Joga berharap ada komitmen tetap dalam proyek monorel di Jakarta yang membutuhkan waktu pengerjaan lama. Menurut Nirwono Joga, siapapun gubernurnya tetap melanjutkan monorel.

“Proyek monorel dalam 3-4 tahun ke depan ini memang ada beberapa catatan yang cukup menarik, yang pertama dukungan penuh dari gubernur. Hal yang menjadi krusial adalah ganti gubernur, ganti kebijakan. Jadi kita harapkan, siapapun nanti yang akan menggantikan Gubernur Pak Jokowi, harus punya komitmen tetap meneruskan monorel. Jangan seperti yang kemarin, begitu ganti gubernur terbengkalai,” kata Nirwono Joga. 

Hal tersebut diungkapkan oleh Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, usai acara peresmian dimulainya kembali proyek monorel Jakarta Rabu (16/10). Kemudian ia melanjutkan, yang kedua yang tidak kalah penting, masyarakat yang dilewati rute-rute pembangunan proyek monorel, terutama pada jam-jam sibuk harus sabar menghadapi kemacetan.

Sistem pelaksanaan pekerjaan pada pembangunan proyek di lokasi strategis, jangan seperti bussiness as usual, artinya mulai dari pagi selesai sore seperti orang kantor. Justru kalau orang pulang kantor pekerjaan kalau perlu digenjot 200 persen, sedangkan pada pagi hari bisa hanya 50 persen pekerjaan saja yang dilaksanakan. 

Monorel dan Kawasan Terpadu

Nirwono juga mendorong revisi rencana detil tata ruang yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang DKI Jakarta, yaitu peruntukkan bangunan yang berada atau yang dilewati oleh jalur-jalur monorel, karena begitu monorel nanti beroperasi, gedung-gedung di kiri kanan bangunan sudah pasti komersial, jadi kalau hanya dijadikan hunian pasti akan rugi kecuali dijadikan semacam kawasan terpadu atau super blok. Dalam artian ada kantor, ada rumah, lalu terhubung dengan monorel itu akan lebih tepat.

Keberadaan halte-halte monorel bisa dikerjasamakan oleh pemilik gedung yang ada di sekitarnya, supaya ada keuntungan yang bisa di-sharing dengan pemilik gedung. Sedangkan pemilik gedung bisa mendapatkan keuntungan dengan menempatkan nama halte tersebut sesuai dengan gedung tadi. Kemudian para pekerja di gedung mendapatkan insentif, misalnya karyawan yang bekerja di gedung tersebut kalau naik monorel bisa dapat diskon 10 persen. Hal ini bisa mendorong orang untuk tidak menggunakan kendaraan pribadi.

Puncaknya pada jam makan siang yang selama ini orang naik mobil, semuanya didorong naik monorel. Jadi orang akan meninggalkan kendaraan pribadi, baik itu mobil atau motor pada jam makan siang.

Monorel Perlu Integrasi

Perlu kita sadari bahwa monorel yang dibangun ini sebenarnya adalah penguraian kemacetan atau kendaraan di dalam kota. Jadi bukan untuk yang dari Depok, Tangerang ke Jakarta, karena ini tugasnya Kereta Api dan Bus TransJakarta dengan APBD-nya. Tapi begitu masuk ke kota, terutama di jalur-jalur yang difasilitasi bisa menggunakan monorel.

Maka jangan mempersepsikan begitu ada monorel macet selesai, karena ini memerlukan integrasi dengan TransJakarta, Kereta Api, dan MRT, dan moda transportasi lainnya. Oleh karena itu jika proyek ini sudah rampung dalam beberapa tahun ke depan, harus ada sinergi yaitu tentang tiket. Jadi ada fisik, ada cope-nya juga, ini harus segera disiapkan juga seperti kerjasama pemakaian tiket untuk monorel, MRT, dan TransJakarta. Jika ada tiga angkutan yang kita gunakan dengan harga satu tiket, itu akan mendorong orang untuk meninggalkan kendaraan pribadi.

Maka pada saat pembangunan fisik seperti sekarang, segera tuntaskan persiapan-persiapan administrasi seperti ini, karena moda transportasi tersebut berbeda operator. Hal ini yang justru akan menentukan keberhasilan mendorong orang untuk beralih ke transportasi publik. Ini yang menjadi tugas Pemprov DKI sebagai pemilik wilayah.

Dampak Lingkungan

Diharapkan agar BPLHD (Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah) DKI Jakarta ikut mendampingi mengurangi terjadinya pencemaran terhadap dampak pencemaran lingkungan, tidak hanya soal debu, tapi juga ada bising, hal ini supaya warga yang di sekitar lokasi proyek tidak merasa dirugikan.

Selain BPLHD melakukan upaya mengecek kebisingan dan debu, Dinas Kesehatan juga memberikan insentif berupa jaminan kesehatan bagi warga di sekitar proyek, misalnya terkena penyakit ISPA, stres. Jadi pembangunan ini ada tanggung jawab pemerintah juga untuk menjamin.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home