Loading...
DUNIA
Penulis: Reporter Satuharapan 12:06 WIB | Senin, 03 Februari 2014

Pengungsi Sudan Selatan Menjadi Relawan LWF di Adjumani, Uganda

Pengungsi Sudan Selatan Menjadi Relawan LWF di Adjumani, Uganda
Logo Lutheran World Federation (LWF). (Foto-foto: dokumentasi LWF)
Pengungsi Sudan Selatan Menjadi Relawan LWF di Adjumani, Uganda
Pusat transit, Dzaipi, Adjumani, Uganda. Pengungsi meninggalkan Sudan Selatan karena konflik yang terjadi. Sejak 9 Januari, 18,819 orang pengungsi telah terdaftar dan tinggal di sana, menempati sekolah-sekolah dan tempat-tempat terbuka.
Pengungsi Sudan Selatan Menjadi Relawan LWF di Adjumani, Uganda
Mawel Kucra Lueth, 83 tahun, tiba di Dzaipi pada awal Januari dengan digendong anaknya selama tiga hari.
Pengungsi Sudan Selatan Menjadi Relawan LWF di Adjumani, Uganda
Yom Ayuen, 20 tahun, tiba di Dzaipi dengan saudara laki-laki dan perempuannya, serta bayinya yang baru berusia tiga bulan.

JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Beberapa korban konflik Sudan Selatan yang melarikan diri ke Uganda menjadi relawan untuk Lutheran World Federation (LWF) Uganda.

Lutheran World Information (LWI) melaporkan pada Kamis (30/1) bahwa krisis yang tengah berlangsung di Sudan Selatan telah memberi dampak pada lebih dari setengah juta penduduk. Lebih dari 100.000 orang melarikan diri ke negara tetangga, termasuk Uganda, di mana sekitar 59.000 orang mencari perlindungan.

John Garang dan Peter Jok, yang baru-baru ini melarikan diri ke Uganda dari tempat tinggal mereka di Sudan Selatan, bekerja untuk LWF di Upper Nile State. Mereka mendukung pelayanan tanggap darurat LWF di Uganda yang dilakukan melalui jaringan gereja ACT (Actions by Churches Together for development) Alliance, yaitu aliansi gereja-gereja global dan berbagai organisasi yang memiliki perhatian pada pengembangan jangka panjang dan bantuan kemanusiaan.

“Saat ini saya mengalami masalah tidur. Saya tahu saya aman di sini, tapi masih belum yakin saya bisa benar-benar aman,” ujar Garang.

“Saya lari dengan peluru di telinga saya, dan di antara mobil-mobil tank; lebih dari 20 orang yang ada di kerumunan itu dibunuh. Dua di antaranya anggota suku saya. Adalah suatu keajaiban saya bisa selamat,” demikian kesaksian Garang.

Garang, yang telah bekerja sebagai tenaga bantu pendidikan untuk program LWF di Maban, tengah belajar di Upper Nile ketika konflik mulai terjadi pada Desember. Seperti ribuan orang Sudan Selatan, ia harus melarikan diri untuk menyelamatkan diri.

“Saya (berada di atas kaki saya sendiri) selama 11 jam dan tidur tanpa memakan apa pun selama lebih dari satu minggu. Ketika akhirnya saya berada di perbatasan Uganda, saya merasa aman,” ujar Garang.

Garang bukanlah satu-satunya staf LWF dari Sudan Selatan yang tiba di pusat transit Dzaipi di Adjumani, Uganda, di mana lebih dari 36.000 pengungsi berlindung. Pusat transit itu dirancang hanya untuk menampung 400 orang sehingga banyak pengungsi baru yang harus tidur di tempat terbuka, rentan terserang penyakit, dan dehidrasi.

Namun yang mengejutkan, beberapa hari setelah kedatangannya, Garang bertemu dengan koleganya, Peter Jok (27 tahun).

Garang mengatakan, “Saya benar-benar senang saat melihat Peter ketika bertemu LWF. Saya melihat mereka ketika mereka tengah berbincang di sekitar kamp dan saya bertanya jika ada yang bisa saya bantu.”

Garang juga merasa puas karena kini ia aman di Uganda. Namun ia masih mengkhawatirkan istri dan anak laki-lakinya yang tinggal di Bor, Sudan Selatan, karena mereka sedang tidak bersama ketika konflik terjadi.

Ia berharap, “Semoga istri dan anak saya selamat dan saya akan bertemu dengan mereka lagi.”

 

Harapan untuk Kembali ke Rumah

Bagi Jok, situasinya berbeda. Ia tiba di Uganda bersama istri dan anaknya yang baru berusia 18 bulan.

Jok mengatakan, “Saya bekerja di LWF Maban ketika perang pecah. Kami dievakuasi oleh World Food Programme (WFP) dan United Nations Humanitarian Air Service (UNHAS) pada 24 Desember. Mereka menerbangkan kami ke Juba dan di sanalah saya bertemu dengan istri saya, kemudian kami pergi ke Uganda”.

“Saya senang dapat mendukung LWF sebagai relawan di sini. Harapan saya, kami bisa kembali ke rumah suatu saat nanti. Saya tahu rumah kami sudah hancur, tapi saya tetap berharap untuk kembali ke sana dan kembali bekerja,” imbuhnya.

Garang dan Jok saat ini membantu tim pelayanan tanggap darurat LWF Uganda di Adjumani, yang memusatkan perhatian pada penyediaan air dan makanan bagi pengungsi, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti kebersihan, sanitasi, kesehatan, dan perlindungan. Mereka juga memerlukan penerjemah.

“Saya bertemu LWF di Adjumani. Saya senang dapat ke Uganda dan menemukan keluarga LWF di sini. Kami bekerja dengan saling mendukung sebagai keluarga, jadi saya benar-benar senang bekerja dengan LWF,” ujar Jok.

Saat ini LWF tengah meningkatkan bantuan kemanusiaan untuk pengungsi Sudan Selatan, dan tengah mencari bantuan tambahan. (LWI)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home