Loading...
MEDIA
Penulis: Prasasta Widiadi 22:54 WIB | Rabu, 24 Desember 2014

Qatar Tutup Stasiun TV Pro NIIS

Logo Al Jazeera. (Foto: aljazeera.com).

DOHA, SATUHARAPAN.COM – Qatar mengambil kebijakan menutup stasiun televisi swasta pro gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS) di negara tersebut, Mubasher Misr.

The Guardian melaporkan  Selasa (23/12) Qatar melakukan langkah tersebut dalam upaya memperbaiki hubungan dengan beberapa negara tetangga di kawasan Timur Tengah itu.

“Banyak berharap bahwa penutupan Mubasher juga pertanda baik untuk jurnalis Al-Jazeera saat dipenjara di Mesir," seperti cuitan HA Hellyer, analis lembaga tangki pemikir Brookings di twitter pada Selasa (23/12) menjelaskan maksud tersebut. Al Jazeera – yang dimiliki keluarga kerajaan Qatar – mengumumkan  pada Senin (22/12) penutupan sementara Mubasher  sampai batas waktu yang belum ditentukan.

Sebelum penutupan saluran, Sameh Seif Elyazal, mantan kepala umum dan sekarang kepala Pusat Studi Politik dan Keamanan di Gomhouria  mengatakan langkah ini adalah positif, “Jika mereka menutupnya, itu akan menjadi langkah pertama,” kata Sameh Seif.

Mesir telah lama menuntut Qatar menutup Mubasher Misr, yang liputannya disukai pendukung mantan presiden mereka Mohammed Morsi,. Alasan lainnya disebutkan karena Mubasher merupakan salah satu dari beberapa saluran Arab yang tersisa yang  menyuarakan dukungan kepada Ikhwanul Muslimin.  

Langkah penutupan itu mengejutkan dan menimbulkan spekulasi berkaitan dengan upaya membebaskan tiga jurnalis Al Jazeera (Peter Greste, Mohamed Fahmy dan Baher Mohamed) yang saat ini ditahan pemerintahan Mesir.

Sebagaimana diketahui sejak 29 Desember tahun lalu tiga wartawan Al Jazeera Peter Greste, Mohamed Fahmy dan Baher Mohamed ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara tujuh sampai 10 tahun atas tuduhan melancarkan kritik internasional,  menyebarkan berita palsu, dan membantu serta bersekongkol dengan organisasi teroris .

Upaya lain yang dilakukan Qatar dalam memperbaiki hubungan dengan negara tetangga – yang takut dengan melebarnya persebaran NIIS – yakni dengan meminta tujuh tokoh Ikhwanul Muslimin yang mengasingkan diri di Qatar pada Juni tahun lalu untuk meninggalkan Doha.

Sikap itu kemudian dikuatkan lagi dalam pertemuan Dewan Kerjasama Teluk bulan ini di mana Qatar menyatakan mendukung Mesir yang kuat.

Pejabat Qatar menolak kesan bahwa perubahan kebijakan itu akibat tekanan keras kepada Doha. Michael Stephens, dari Royal United Services Institute, mengatakan kepada Doha News bahwa langkah ini adalah langkah pertama menuju hubungan pencairan antara kedua negara,

“Qatar menunjukkan langkah kompromi karena bersedia untuk berkompromi tentang pandangan bahwa Uni Emirat Arab dan Arab Saudi sebagai penting untuk keamanan regional,” Michael Stephens mengatakan. (guardian.co.uk).

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home