Loading...
OLAHRAGA
Penulis: Prasasta Widiadi 15:02 WIB | Sabtu, 04 Juni 2016

Sebelum Meninggal Muhammad Ali Bela Islam dari Cercaan Trump

Ilustrasi: Muhammad Ali saat mengenggam obor Olimpiade Atlanta pada 1996. (Foto: nytimes.com).

SATUHARAPAN.COM – Mantan petinju Amerika Serikat yang terlahir dengan nama Cassius Clay namun dikenal publik dengan Muhammad Ali membuat dunia bergetar karena semasa hidup sebagai aktivis – setelah menggantung sarung tinju – pernah membela kepercayaannya dari cercaan Calon Presiden Amerika Serikat  dari Partai Republik, Donald Trump

"Kita sebagai umat Islam harus membela  mereka yang menggunakan Islam untuk memajukan negara,”kata Ali kala itu, seperti diberitakan New Zealand Herald, hari Sabtu (4/6). Ia mengatakan hal itu menanggapi pidato Trump yang mengatakan jika ia jadi presiden, umat Islam dilarang ke Amerika Serikat menyusul terjadinya aksi teror di Paris.

Muhammad Ali meninggal dunia dalam usia 74 tahun, hari Sabtu (4/6), seperti dikemukakan  juru bicara keluarga, Bob Gunnell. 

Gunnell menjelaskan Ali menderita Penyakit Parkinson selama hampir tiga dekade, penyakit neurologis tersebut  perlahan-lahan menurunkan fungsi organ tubuhnya dan ketangkasan fisik. “Keluarga merencanakan  pemakaman direncanakan di kampung halaman di Louisville, Kentucky,” kata Gunnell.

Ali tidak menjelaskan secara eksplisit dan menyerang Donald Trump secara individual, namun apabila ada ujaran bernada penghinaan dan kebencian terhadap etnis minoritas dia berjanji akan bertindak.

“Orang-orang seperti itu (Donald Trump, red) menjauhkan anggapan banyak orang yang ingin  belajar tentang Islam. Muslim sejati tahu atau seharusnya tahu bahwa itu (ujaran kebencian, red) bertentangan dengan Islam,” kata Ali.

Dalam pernyataannya, Ali meminta politisi di Amerika Serikat untuk menggunakan akal sehat bila berbicara tentang  Islam di Amerika. “Saya percaya  para pemimpin politik kita harus menggunakan posisi mereka untuk membawa pemahaman tentang agama Islam dan menjelaskan bahwa ada pembunuh sesat yang memiliki pandangan orang sesat tentang apa Islam sebenarnya," kata Ali.

“Saya seorang Muslim dan saya menganggap tidak ada unsur Islam dalam peristiwa terorisme di Paris, penembakan San Bernardino, (Texas, Amerika Serikat), atau di mana pun di dunia," katanya.

“Setiap muslim di negara ini (Amerika Serikat, red) tahu  kekerasan kejam yang  bertentangan dengan  ajaran agama kita,” kata Ali.

 Itu bukan pertama kalinya Ali merasa harus membela umat Islam. Saat diwawancarai  Readers Digest pada 11 September 2001 tentang aksi terorisme terhadap gedung menara kembar World Trade Center dia melontarkan pembelaan kepada sesama umat Muslim.  

“Membunuh seperti itu (pesawat menabrakkan diri ke World Trade Center, red) tidak pernah bisa dibenarkan, saya tidak percaya hal itu terjadi. Banyak orang tidak bersalah dalam peristiwa itu,  Islam adalah agama yang mengajarkan damai dan tidak mempromosikan terorisme atau membunuh orang,” kata Ali.

Ali mengemukakan sejak memeluk Islam di tahun 1960-an dia mengatakan tidak memiliki masalah  menjadi Muslim di Negeri Paman Sam. 

Ali menjawab dengan metafora, “Kita bisa menyebut tempat air berkumpul dengan sungai,  kolam, danau dan telaga, mereka memiliki penyebutan nama yang berbeda-beda, tetapi semua mengandung air, sedemikian halnya dengan agama yang memiliki penyebutan yang berbeda di seluruh dunia, namun  semua mengandung kebenaran,” kata Ali.

Kegigihan Muhammad Ali membela Islam yang senantiasa dikaitkan dengan terorisme mendapat dukungan dari  Presiden AS, Barack Obama yang mengatakan dalam pidato bahwa Muslim Amerika adalah teman-teman dan tetangga kita, rekan kerja kita. “Mereka adalah pahlawan olahraga kami,” kata Obama.

Larangan Muslim Masuk AS

Beberapa bulan lalu, Donald Trump dalam kampanye di sebuah daerah di Amerika Serikat, menyerukan larangan apabila terpilih menjadi presiden akan melarang umat Islam memasuki Negeri Paman Sam.  Trump kemudian, beberapa pekan lalu, melunakkan sikapnya saat melihat hasil pemilihan Wali Kota London yang dimenangkan Muslim Inggris keturunan Pakistan, Sadiq Khan.

Pengusaha real estat di New York tersebut membuat pengecualian yakni Sadiq Khan diizinkan memasuki teritori salah satu negeri adidaya dunia tersebut.

Trump juga dianggap melunak ketika mengatakan bahwa  rencana pelarangan terhadap Islam masuk AS hanya kebijakan sementara, sebelum ada kebijakan yang lebih efektif. Namun di sisi lain, Donald Trump juga menunjukkan keseriusan terhadap gagasan itu karena dia  mempertimbangkan membentuk sebuah komisi untuk  mengawasi  terorisme yang mengatasnamakan Islam.  "Kita harus sangat berhati-hati," kata Trump kepada Fox News  pada hari Rabu (11/5).  

Kritik Trump

Sikap Trump yang plin-plan mendapat tentangan dari komedian terkemuka AS, Trevor Noah yang mengatakan  Trump, adalah versi kulit putih dari kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS.

Noah menceritakan hal tersebut kepada koresponden politik The Hill, Hasan Minhaj.  “Ya Tuhan,  Hassan dia itu ISIS kulit putih," kata Noah.  

Baca Juga

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home