Loading...
BUDAYA
Penulis: Tunggul Tauladan 19:37 WIB | Kamis, 27 Maret 2014

Seni Mural Melawan Lupa, “Indonesia Siapa yang Punya?”

Seni Mural Melawan Lupa, “Indonesia Siapa yang Punya?”
Pengendara motor melintas di Jalan Taman Siswa Yogyakarta Rabu (26/3) di depan mural TTS 2014 menampilkan ikon Wiji Thukul yang mengangkat isu HAM. (Foto-foto: Tunggul Tauladan)
Seni Mural Melawan Lupa, “Indonesia Siapa yang Punya?”
Beberapa pengendara motor melintas di Perempatan Munggur Yogyakarta di depan mural TTS 2014 dengan ikon Udin yang mengangkat isu kebebasan media.
Seni Mural Melawan Lupa, “Indonesia Siapa yang Punya?”
Beberapa pengendara motor melintas di Perempatan Pingit Yogyakarta di depan mural TTS 2014 yang mengangkat isu pluralisme dengan ikon Gus Dur.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebuah komunitas yang peduli penindakan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) memproklamirkan diri di Jakarta sebagai Barisan Pengingat pada 2 Februari lalu. Sebulan kemudian, kelompok Barisan Pengingat menularkan aksi mereka di Kota Gudeg. Wujud ekspresi dan eksistensi Barisan Pengingat tertuang lewat karya seni mural “melawan Lupa” bertajuk “TTS 2014: Indonesia Siapa yang Punya?”.

Ade Pandjaitan Koordinator Teka Teki Silang 2014 (TTS 2014) mengatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk pendidikan kepada publik yang disampaikan lewat seni mural. Pasalnya, sejak 1965-1998 tercatat telah terjadi 75 kasus pelanggaran HAM, di antaranya penculikan para mahasiswa, seniman, pendeta, ulama, dan aktivis prodemokrasi. Hal yang memperparah dari kasus pelanggaran HAM ini adalah pengungkapan yang tak tuntas, terutama yang melibatkan penguasa negara.

“Kami mengangkat lima tokoh sebagai ikon dalam ‘TTS 2014: Indonesia Siapa yang Punya?’, yaitu Wiji Thukul sebagai ikon mural bertema HAM, Marsinah sebagai ikon mural isu buruh, Samin Surosentiko sebagai ikon mural isu petani, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai ikon mural isu pluralisme, dan Fuad Muhammad Syarifuddin (Udin, seorang wartawan Koran Bernas) sebagai ikon mural isu kebebasan media,” tutur Ade pada Rabu (26/3).

Beberapa seniman mural yang terlibat dalam aksi ini, yaitu Bayu Widodo, Anti Tank Project, Digie Sigit, Ismu, dan Wimbo. Para seniman tersebut berkreasi di sejumlah tempat, yaitu di Jalan Taman Siswa dengan menampilkan ikon Wiji Tukul, Jalan Parangtritis dengan menampilkan ikon Marsinah, seputaran Pasar Beringharjo dengan menampilkan ikon Samin Surosentiko, perempatan Pingit dengan menampilkan ikon Gus Dur, dan perempatan Munggur dengan menampilkan ikon Udin.

“Seni mural ini kami pilih sebagai aksi karena melihat bahwa selama tiga kali pemilihan umum (pemilu) sejak pasca reformasi, kedaulatan rakyat belum sepenuhnya tercapai. Hal yang terjadi justru korupsi makin menyebar dan mengakar kuat di setiap lini kehidupan. Pada pemilu keempat tahun 2014 ini muncul pertanyaan, ‘Siapapun yang berkuasa apakah dapat menjawab segala persoalan yang kita hadapi?’ Pemilu 2014 ini merupakan pertaruhan besar, ‘Indonesia Siapa yang Punya?’” lanjut Ade.

Ade menambahkan, “Lewat proyek ini diharapkan pertanyaan ‘Indonesia Siapa yang Punya?’ dapat menjadi renungan bagi masyarakat untuk melihat kembali seberapa besar kekuatan rakyat dalam menentukan arah kehidupan bangsa ini. Mural ini berusaha untuk mengajak rakyat agar melihat apakah pemimpin Indonesia nantinya memiliki potensi untuk melakukan pelanggaran HAM, baik di masa lalu, kini, atau masa depan yang terwujud lewat praktek korupsi, perampasan hak rakyat, dan lain sebagainya. Melalui aksi ini diharapakan masyarakat dapat terdorong untuk melakukan gerakan bersama dan berperan untuk mengupayakan penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan melawan ketidakadilan”.

Barisan Pengingat merupakan gerakan budaya yang digawangi anak muda tanpa kepentingan politik apapun. Gerakan yang digagas oleh Okky Madasari ini dideklarasikan di Jakarta pada 2 Februari 2014 melalui “Run to Remember”. Secara luas, gerakan ini bertujuan sebagai pengingat bagi masyarakat terkait korban pelanggaran HAM dan ketidakadilan. Sesaat sebelum “Run to Remember” dimulai, sejumlah generasi muda lintas profesi membacakan Piagam Deklarasi. Mereka diwakili oleh Dinda Kanya Dewi (aktris), Tiga Setiagara (musisi/ model), dan Timothy Marbun (jurnalis/anchor).

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home