Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 20:53 WIB | Jumat, 02 Mei 2014

Sri Mulyani: Century Bank Gagal Berdampak Sistemik

Mantan Menteri Kuangan Sri Mulyani Indrawati bersaksi dalam persidangan kasus Bank Century dengan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (2/5). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik pada 21 November 2008 merupakan keputusan untuk mencegah krisis keuangan di Indonesia.

“Faktanya saya buat keputusan Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik baik dari sisi global maupun dari data BI yang disampaikan saat itu,” kata Sri Mulyani dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (2/5).

Hal itu disampaikan oleh Sri Mulyani dalam sidang perkara pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dengan terdakwa mantan deputi Gubenur Bank Indonesia bidang 4 Pengelolaan Moneter dan Devisa dan Kantor Perwakilan (KPW) Budi Mulya.

Sri Mulyani adalah Menteri Keuangan periode 2005-2009 yang menjadi ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan. KSSK pada 21 November 2008 menjadi pihak yang menetapkan bank century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga bank Century pun diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dengan pengucuran modal sementara hingga Rp 6,7 triliun.

“Inisiatif pengajuan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik dari Bank Indonesia, yang tanda tangan pengajuan adalah gubernur BI,” tambah Sri Mulyani.

Namun Sri Mulyani mengaku masalah apakah suatu bank gagal berdampak sistemik atau tidak mengandung hal yang tidak bisa diukur.

“Masalah sistemik atau tidak sistemik, apakah bisa diukur atau didefinisikan, saya bisa memberikan testimoni sejauh kita ingin mengukurnya pada pengambil kebijakan di mana saja banyak hal yang tidak terukur, tapi saya bisa melihat, mengukur, kalau saya menaruh uang di bank maka saya merasakan uang itu tidak hilang, rasa aman itu meskipun tidak terukur tapi rasa itu dimandatkan dalam perpu,” ungkap Sri Mulyani.

Perpu yang dimaksud adalah Perpu No. 2 Tahun 2008 yang ditetapkan pada 15 Oktober 2008 tentang Bank Indonesia yang menjadi payung hukum untuk memberikan fasilitas darurat kepada bank yang dianggap berpotensi membahayakan sistem keuangan melalui KSSK.

Menurut Sri Mulyani, pertimbangan yang diambilnya bukan berdasarkan apakah LPS harus menanggung sekitar Rp 1 triliun dari 65 ribu akun tabungan nasabah yang berjumlah di bawah Rp 2 miliar di Bank Century namun lebih lagi adalah mengenai 574 akun nasabah yang memiliki tabungan di atas Rp 2 miliar yang akan kehilangan uangnya bila Bank Century ditutup.

“Sebagai pembuat keputusan, saya membandingkan antara manfaat dan mudaratnya, biaya dan keuntungan, maka untuk KSSK perbandingannya pada malam hari itu kalau menyelamatkan Bank Century dengan kebutuhan likuiditas Rp 632 miliar adalah untuk mencegah krisis kepercayaan terhadap seluruh sistem keuangan yang nilainya Rp 1.700 triliun dengan 82 juta pemilik akun tabungan di bawah Rp 2 miliar jadi sebagai `policy maker`, saya malam itu harus bandingkan mudarat Rp 632 miliar dan manfaat seluruh sistem keuangan terjaga dan masyarakat tidak resah dan melakukan hal-hal yang merusak seperti di negara-negara Eropa, jadi perbandingan biaya adalah biaya menutup dibanding dengan biaya yang lebih besar lagi yaitu akan keruntuhan sistem keuangan karena efek psikologis,” jelas Sri Mulyani.

Apalagi menurut Sri Mulyani, ada 5 bank yang kondisinya mirip Bank Century sedangkan 18 bank saat itu juga mengalami kesulitan likuiditas.

“Pertimbangan aspek psikologis pasar dimasukkan oleh BI. Meskipun ini sulit diukur tapi ada rasa kepercayaan yang riil, karena dalam pengalaman negara mana pun faktor `trust` sangat ada meski tidak bisa diukur tapi pada prinsipnya adalah rasa yang tidak merusak sistem keuangan Indonesia,” ungkap Sri Mulyani.

Rasa aman itu menurut Sri Mulyani berkaca pada kondisi krisis keuangan pada 1997-1998 saat masyarakat antre mengambil uang, karena gelisah memikirkan keamanan uangnya di bank sehingga akan membuat bank yang sehat juga menjadi bermasalah sehingga pemerintah harus dapat menenangkan masyarakat.

“Dari mana mengukur ketenangan masyarakat saat itu?” tanya ketua jaksa penuntut umum KMS Roni.

“Rp 1.700 triliun uang rakyat dan 82 juta akun tabungan tetap aman di perbankan, masyarakat tidak mengambil semua uang mereka. Itulah nilai keamanan itu, saya lihat Rp 1.700 triliun yang harus diamankan untuk menjaga Rp 5.000 triliun APBN agar tidak terbebani karena kasus ini, jadi Rp 632 miliar merupakan mudarat yang paling kecil yang saya ambil dan terbukti sampai sekarang,” tegas Sri Mulyani yang disambut dengan tepuk tangan pengunjung.

“Tapi kenapa pada waktu itu hanya diberikan ke Bank Century saja?,” kejar Roni.

“Karena Bank Century yang direkomendasikan oleh BI ke KSSK sebagai bank gagal berdampak sistemik, kalau 23 bank lain juga direkomendasikan maka saya harus juga membuat keputusan sebagai bank gagal,” jawab Sri Mulyani.

Kalau belakangan diketahui bahwa dalam rapat konsultasi KSSK pada 24 November 2008 BI mengubah kondisi CAR (rasio kecukupan modal) Bank Century dari awalnya negatif 3,53 persen pada 21 November 2008 namun pada 24 November 2008 CAR Bank Century menjadi sudah menjadi negatif 35,92 persen, sehingga nilai penyertaan modal sementara Century membengkak menjadi Rp 2,6 triliun dan bahkan terus bertambah hingga Rp 6,7 triliun hingga Juni 2009.

“Saya membuat keputusan tepat untuk mencegah krisis,” tegas Sri Mulyani. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home