Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben E. Siadari 06:45 WIB | Rabu, 21 Oktober 2015

Sri Prakash, Imigran India Jadi Orang Terkaya di Indonesia

Sri Prakash Lohia, imigran India yang jadi satu dari tiga orang terkaya di Indonesia (Foto: qz.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Di tengah hangatnya perbincangan dunia akan  serbuan para imigran ke Eropa, Sri Prakash Lohia bisa jadi salah satu figur yang dapat dijadikan sumber inspirasi.

Hampir empat dekade lalu Sri Pakash yang saat itu berusia 19 tahun, berimigrasi ke Indonesia bersama ayahnya untuk memulai hidup baru. Kini ia telah tercatat sebagai satu dari tiga orang terkaya di Indonesia, menurut pemeringkatan Forbes untuk tahun 2015.

Sri Prakash adalah ketua dewan direksi sekaligus direktur pengelola Indorama Corporation, salah satu produsen poliester terbesar di dunia. Sayangnya, miliarder berusia 62 tahun ini berpembawaan low profile sehingga tidak banyak yang diketahui publik tentang perjalanan bisnisnya.

Menurut qz.com yang menurunkan laporan panjang tentang profil Sri Prakash berdasarkan berbagai sumber, pria berusia 62 tahun ini  tidak hanya tercatat sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Ia juga merupakan salah satu orang terkaya di Asia, dengan kekayaan --menurut Forbes -- US$ 4,6 miliar. Ini juga menjadikannya termasuk dalam 50 keluarga terkaya di Asia. Dan tidak hanya itu. Istri Sri Prakash, Seema, adalah adik dari orang terkaya no 82 dunia, Laxmi Mittal.

Berawal dari Keluarga
.

Indorama Corporation -- perusahaan tekstil dan petrokimia yang bernilai US$ 10 miliar -- awalnya didirikan oleh Sri Prakash dan ayahnya, Mohan Lal Lohia, pada tahun 1973.

"Indo artinya Indonesia dan Rama adalah Dewa Rama," kata Sri Prakash pada sebuah wawancara tahun 2013. Lahir di Kolkata pada tahun 1952, Sri Prakash belajar bisnis di Universitas Delhi sebelum lulus pada tahun 1971.

Pada tahun 1973, duo ayah-anak itu berangkat ke Indonesia, yang kala itu dipimpin oleh Soeharto. Duo ayah-anak ini mengelola Indorama Synthetics, penghasil benang pintal dengan fasilitas manufaktur di Purwakarta.

"Masa paling sulit adalah  tiga sampai empat tahun pertama," kata Sri Prakash dalam sebuah wawancara dengan Jakarta Post pada tahun 2005.

Sejak itu, perusahaan mereka berkembang menjadi produsen terbesar bahan baku tekstil  di Indonesia dan memiliki fasilitas manufaktur yang tersebar di seluruh Indonesia, Uzbekistan, dan Thailand.

Pada tahun  2014, Indorama Synthetics mencatat penjualan bersih sebesar US$ 726.juta dengan laba bersih sebesar US$ 4 juta .

Pada akhir 1980-an, Manohar Lal membagi kerajaan bisnisnya kepada ketiga anaknya untuk menghindari perselisihan keluarga di masa depan. Kakak  Sri Prakash, Om Prakash dikirim ke India, di mana ia mendirikan Indorama Synthetics. Sedangkan Aloke, adik Sri Prakash, pindah ke Thailand untuk mengelola Indorama Holdings, produsen benang wol.

Pada pertengahan 1990-an, Sri Prakash mendiversifikasi Indorama Synthetics dan mulai memproduksi polyethylene terephthalate (PET), yang digunakan untuk pembuatan botol plastik minuman, termasuk untuk Coke dan Pepsi. Sekitar waktu yang sama, adik Sri Prakash, Aloke, juga mulai membangun sebuah perusahaan manufaktur PET, Indorama Ventures, di Thailand.

Pada tahun 2008, mereka bertiga memutuskan untuk menggabungkan bisnis PET mereka.  Sri Prakash menjual sahamnya di dua perusahaan serat poliester dan benang dan dua perusahaan asam tereftalat murni kepada Indorama Ventures. Sebagai imbalannya, ia memiliki saham yang lebih besar di Indorama Ventures.

Saat ini,  Indorama Ventures memiliki pendapatan tahunan US$ 8 miliar dan merupakan produsen botol PET terbesar kedua di dunia. Sri Prakash saat ini menjadi ketua dewan direksi Indorama Ventures, dengan kepemilikan saham 34 persen.

"Ini (poliester) adalah bahan baku dasar untuk benang kami," kata Sri Prakash dalam sebuah wawancara dengan Jakarta Globe. "Selama bertahun-tahun kami harus mengimpor poliester dari Taiwan tapi saya memutuskan  bisa melakukannya sendiri. Jadi kami membeli tanaman yang ada dari semua pemain besar termasuk dari Dow Chemicals di Italia, Dupont di AS dan SK Kimia di Polandia dan Indonesia."

Pada tahun 2006, Sri Prakash mendirikan basis operasi di Afrika dan melakukan investasi pada industri petrokimia yang masih muda,  dengan mengakuisisi perusahaan petrokimia Nigeria,  Eleme Petrochemical Company. Ketika itu perusahaan tersebut masih  dimiliki oleh pemerintah, dalam bentuk BUMN yang diberi nama  National Petroleum Corporation. Indorama kemudian mengakuisisi perusahaan itu dengan nilai US$ 225 juta.

Akuisisi itu sempat mengundang rasa heran karena Elema  sudah bertahun-tahun berkinerja buruk dan merugi. Tapi sejak akuisisi tersebut, Eleme bangkit dan memberi Nigeria kesempatan berhemat sebesar US$ 1 miliar dalam bentuk mengurangi impor resin. Resin, produk plastik, digunakan untuk memproduksi barang-barang seperti sepatu Crocs, string tenis, dan suku cadang mobil.

Indorama Corporation saat ini merupakan  investor asing terbesar di sektor petrokimia di Afrika Barat dan sejauh ini telah menginvestasikan hampir US$ 2 miliar di negara itu. Indorama juga tengah menyiapkan US$ 1,2 miliar pabrik pupuk di Nigeria dan pada 2014, mengakuisisi 66 persen saham Industries Chimiques du Senegal, sebuah perusahaan pupuk milik negara di Senegal.

Dan Sri Prakash belum selesai sampai di situ. Walau anaknya,  Amit Lohia,  saat ini sudah  menjabat direktur kelompok Indorama Corporation, Sri Prakash masih terlibat dalam menjalankan operasi Indorama. Kelompok ini beroperasi di sebanyak 19 negara sekarang dengan pendapatan tahunan melebihi US$ 10 miliar.

Pecinta Seni

Sri Prakash juga dikenal sebagai seorang pecinta seni.

Ia merupakan  salah satu kolektor buku langka terbesar di dunia. Koleksi Sri Prakash meliputi Alkitab edisi abad ke-16 dan Alquran  versi abad ke-18. Ia juga kolektor litografi terbesar kedua di dunia  --suatu ilustrasi yang dicetak dari patahan batu ke atas kertas -- termasuk mengoleksi litografi yang berasal dari abad 17, ketika saat seni itu ditemukan.

Di London, di mana ia kadang-kadang bermukim, Sri Prakash menginvestasikan US$ 75.000.000 untuk merenovasi sebuah rumah yang sudah  243 tahun di Mayfair. Ia memerlukan waktu lima tahun, dengan dibantu oleh  sejumlah sejarawan, disainer dan perajin.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home