Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Equivalent Pangasi 15:45 WIB | Rabu, 12 Maret 2014

Suara Rakyat: Pendidikan Berlalu Lintas Penting untuk Meningkatkan Kedisiplinan

Salah satu kendaraan roda dua yang terjaring razia oleh petugas saat menerobos jalur bus Transjakarta. (Foto: Dedy Istanto)

SATUHARAPAN.COM – Berdasarkan wawancara satuharapan.com dengan sejumlah masyarakat, pendidikan budi pekerti dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini dipandang sebagai hal yang penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya kedisplinan berlalu lintas. Hal ini diharapkan dapat menurunkan angka kecelakaan lalu lintas di Indonesia.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikutip satuharapan.com pada (26/1), terdapat 1,2 juta orang meninggal dan sekitar 50 juta orang mengalami luka serius dan cacat permanen akibat kecelakaan lalu lintas.

Berdasarkan data tersebut, WHO dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memberikan perhatian serius pada masalah kecelakaan lalu lintas dengan menetapkan tahun 2011 -2020 sebagai dekade keselamatan jalan raya dengan target penurunan korban hingga 50 persen dalam sepuluh tahun.

Selain itu, dalam berbagai kesempatan Kapolri Jenderal Sutarman mengatakan bahwa di Indonesia pada tahun 2013 terdapat 25.000 korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas.

Kedisiplinan sebagai Faktor Penyebab Kecelakaan

Penyebab terbesar kecelakaan lalu lintas adalah rendahnya tingkat kedisiplinan berlalu lintas misalnya dalam hal penggunaan sabuk pengaman atau helm, kepatuhan terhadap rambu lalu lintas, juga karena kondisi jalan yang buruk.

Menurut Lissy Sulistyani, Public Relation sebuah perusahaan kosmetik Indonesia, para pemimpin seharusnya turut menjadi teladan disiplin berlalu lintas. Namun ia menyayangkan sikap aparat, dalam hal ini polisi lalu lintas (polantas) yang tak mampu menegakkan peraturan lalu lintas meskipun rambu lalu lintas telah diberlakukan dengan cukup baik.

Ia mengatakan, “hal ini sangat terlihat dengan masih banyaknya kelonggaran konsekuensi atau sanksi pelanggaran. Ditambah lagi berbagai penyelewengan dalam pembuatan surat izin mengemudi untuk kendaraan roda dua dan roda empat.”

Sementara itu, Ester yang merupakan seorang ibu rumah tangga mengatakan perilaku aparat penegak hukum yang masih mudah untuk disuap turut menjadi penyebab rendahnya tingkat kedisiplinan berlalu lintas. Bahkan Endang Wilandari yang juga seorang ibu rumah tangga dengan yakin menyebut aparat masih dapat dibeli.

Namun selain kedisiplinan berlalu lintas, Lissy menambahkan bahwa kecelakaan lalu lintas seringkali disebabkan oleh kondisi labil pengemudi seperti, “kondisi kesehatan yang buruk, mengantuk, melamun, stres, depresi, mengalami gangguan jiwa, atau karena menggunakan telepon genggam saat berkendara.”

Angkutan Umum Tidak Disiplin

Lissy menyayangkan perilaku para pengemudi angkutan umum seperti bus besar dan angkot yang kebut-kebutan karena mengejar setoran. Demikian pula menurut Ester, para pengendara sepeda motor dan angkutan umum memiliki tingkat kedisiplinan berlalu lintas yang rendah.

Menurut Ida, seorang karyawan swasta, para remaja paling sering terlihat ugalan-ugalan di jalan raya. Sementara itu, Trifi, seorang pelajar di Belanda mengatakan bahwa semua orang Indonesia adalah orang yang tidak disiplin.

Denda dan Peraturan Ketat

Hampir seluruh responden mengusulkan pemberlakuan pajak sebagai jawaban mengatasi carut marut lalu lintas di Indonesia. Mereka sepakat bahwa denda yang besar dapat memberikan efek jera bagi pengendara lainnya agar tidak melanggar peraturan lalu lintas.

“Peraturan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) perlu diperketat tanpa peluang menyuap atau menyogok, serta penerapan sanksi bagi aparat yang menerima suap,” demikian Lissy mengungkapkan.

Senada dengan Lissy, Ida dengan yakin mengatakan, “tegakkan hukum! Kalau memang mau denda,
ya denda saja. Tidak perlu tawar-menawar mau sidang atau tidak.”

Prapti Widinugraheni yang berprofesi sebagai guru mengatakan bahwa dalam pembuatan SIM, Indonesia perlu mencontoh Australia. Ia mengatakan, “di Australia, seseorang baru diperbolehkan memiliki SIM jika sudah berusia 16 tahun dan melalui seluruh proses yang bahkan bisa memakan waktu sampai dua tahun atau lebih jika tidak lolos pada tahap pertama ujian.”

Menarik yang dikatakan Endang. Ia mengusulkan agar Indonesia memiliki institusi khusus seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menegakkan sekaligus mengontrol kondisi lalu lintas. Bahkan ia mengusulkan adanya hakim khusus untuk membahas masalah lalu lintas.

Pendidikan Budi Pekerti

Salah satu responden, Prapti secara khusus  mengatakan bahwa sanksi terhadap pelanggaran lalu lintas belum diaplikasikan secara konsisten. Ia turut menyoroti pendidikan budi pekerti sejak usia dini dapat memengaruhi sikap seseorang terhadap peraturan ketika beranjak dewasa.

Menurutnya, pendidikan budi pekerti tersebut misalnya diterapkan dalam mengenalkan sopan santun kepada anak, mengajarkan anak untuk mematuhi peraturan, dan mengantri, sehingga memiliki naluri tertib.

Dengan bersemangat, Prapti melanjutkan, “kalau sejak kecil sudah terbiasa tidak menunggu giliran, tidak diberi sanksi saat tidak sopan, dan terbiasa diikuti kemauannya atau diperlakukan istimewa karena badannya lebih besar, lebih pintar, orang tuanya lebih kaya, tampang yang rupawan, jangan heran kalau ketika dewasa akan menganggap yang seperti itu harus didahulukan.

“Sekarang bayangkanlah anak itu kini berusia 20 tahun dan sedang mengendarai motor atau mobil,” ujarnya lagi.

Selain itu, Supardan Ranutinojo, seorang pensiunan mengimbau guru dan orang tua untuk turut memberikan teladan bagi anak-anak. Ia meyakini bahwasanya teladan dari guru dan orang tua memiliki pengaruh yang besar bagi anak, remaja, dan pemuda untuk memahami kedisiplinan.

Pendidikan Berlalu Lintas

Agar anak sejak usia dini dapat mengenal lalu lintas, Supardan mengatakan Indonesia perlu memiliki taman lalu lintas sebagai tempat pendidikan bagi anak usia dini untuk mempelajari lalu lintas dan setiap elemen di dalamnya.

Ia mengatakan, “dengan menggunakan sepeda roda dua, roda tiga, dan otopad, anak-anak dapat dikenalkan pada rambu-rambu lintas.”

Selain itu, Endang memberikan usulan pengadaan pendidikan lalu lintas dengan cara yang kreatif melalui media televisi, media sosial, komik, dan media lainnya. Ia juga menambahkan bahwa berbagai perlombaan berhadiah di aras lokal, regional, hingga nasional perlu dilakukan untuk mengenalkan kedisiplinan berlalu lintas.

Ida turut memberikan usulan mengenai pendidikan berlalu lintas sejak usia dini. Ia mengatakan, “edukasi dapat dilakukan polisi dengan cara terjun langsung ke sekolah-sekolah. Misalnya polisi memberikan contoh bagaimana perilaku berlalu lintas yang baik.”

“Dengan demikian, masyarakat akan menghargai usaha tersebut dan kemudian menjadi disiplin,” ujar Ida.

Berapa tahun

Melihat kondisi lalu lintas Indonesia saat ini, para responden yang ditemui satuharapan.com tidak yakin bahwa Indonesia akan disiplin berlalu lintas dalam waktu dekat.

Menurut Ester, paling cepat Indonesia akan disiplin dalam 10 tahun ke depan. Sementara itu, Ida menyebut waktu yang lebih lama.

“Mungkin 30 tahun yang akan datang, setidaknya memerlukan tiga generasi untuk mengubah perilaku masyarakat kita,” ujar Ida.

Sementara itu, Lissy mengalami kesulitan dalam memprediksi kapan Indonesia bisa menjadi disiplin.

Ia mengatakan, “saat ini orang Indonesia tingkat pendidikannya sudah meningkat dibandingkan 20-30 tahun lalu. Namun ternyata tingkat pendidikan tidak berkorelasi dengan tingkat kedisiplinan.” (Pras, Tika, Alent)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home