Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 07:14 WIB | Jumat, 09 Mei 2014

Tantangan dalam ‘Memandikan’ Monas

Tantangan dalam ‘Memandikan’ Monas
Pekerja tengah menyemprot dinding cawan bawah Monas. Bagian yang sudah dibersihkan terlihat lebih putih. (Foto-foto: kartika Virgianti)
Tantangan dalam ‘Memandikan’ Monas
Perbedaan dinding cawan bawah Monas yang sudah dibersihkan, terlihat lebih putih (kanan) dibandingkan yang belum di sebelah kiri.
Tantangan dalam ‘Memandikan’ Monas
Alat high pressure washer untuk membersihkan dinding marmer di cawan bawah Monas.
Tantangan dalam ‘Memandikan’ Monas
Senior Manager Marketing and Business Development PT Karcher Indonesia, Fransisca Natalia, dan General Manager PT Karcher Indonesia, Roland Staehler.
Tantangan dalam ‘Memandikan’ Monas
General Manager PT Karcher Indonesia, Roland Staehler dan Kepala Tim Teknisi Jerman, Thorsten Moewes.
Tantangan dalam ‘Memandikan’ Monas
Kepala Unit Pengelola (UP) Monas, Rini Hariyani.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – PT Kaercher Indonesia, sejak 2 April kemarin terpilih oleh Pemprov DKI Jakarta untuk ‘memandikan’ Monumen Nasional (Monas). Meskipun telah berpengalaman membersihkan banyak monumen di seluruh dunia, tim Kaercher tidak menampik adanya kesulitan yang mereka hadapi dalam mengerjakan proyek yang merupakan ikon kita Jakarta itu. 

Monas Kamis (8/5) siang itu, pada satu sisi bagian cawannya terlihat sudah bersih sebagian. Alat yang terbuat dari aluminium, dibuat tersusun-susun menjadi tangga agar para pekerja dapat menjangkau bagian atas cawan monas untuk menyemprotkan cairan bertekanan tinggi dengan suhu sekitar 100 derajat celcius, yang diklaim tidak menggunakan bahan kimia apapun, jadi hanya menggunakan air. Penyemprotan dilakukan dengan bantuan peralatan berteknologi tinggi dari Jerman.

Mengenai urusan teknis, Senior Manager Marketing and Business Development PT Kaercher Indonesia, Fransisca Natalia mengatakan kepada pers, per harinya air yang dipakai sebanyak lebih kurang 2.000 meter kubik. Air yang digunakan adalah yang dipasok dari dua perusahaan pengolahan air di Jakarta, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jaya dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja).  

Total tim perusahaan yang memiliki slogan ”Kaercher Makes a Difference” itu berjumlah 20 orang, di mana 17 orang adalah tim Indonesia, sedangkan tiga lainnya merupakan tim ahli dari Jerman. Tim sendiri, dikatakan Fransisca dibagi dua, yaitu tim Kaercher Indonesia mengerjakan cawan bawah, kemudian tim Kaercher Jerman bagian atas Monas.

Para pekerja yang berada di ketinggian terlihat masih sibuk menyemprot. Sesekali, angin yang bertiup ke arah Taman Monas, membuat air yang disemprotkan ke dinding yang terbuat dari batuan marmer itu, mengarah bak hujan gerimis kepada pers yang tengah sibuk melakukan wawancara.

Cuaca Panas Kendala Terbesar

Menurut Thorsten Moewes, selaku Kepala Tim Teknisi Jerman, cuaca panas adalah tantangan terbesar dalam mengerjakan proyek Monas itu. Bagi warga negara yang beriklim subtropis seperti dirinya, tentu panas di Jakarta dirasakan lebih membakar kulit dibandingkan dengan di Jerman.

“Sampai saat ini anginnya cukup bersahabat, justru bisa menyejukkan cuaca panas menyengat seperti ini,” ujar Moewes.

Cuaca hujan juga bisa menghambat pekerjaan, terutama jika ada petir, pekerjaan pun harus dihentikan sementara hingga hujan reda.

Moewes mengakui dari sisi Monas sendiri yang paling perlu dibersihkan itu yang berada pada cekungan tepatnya di bawah anjungan paling atas. Lantaran tidak pernah terkena hujan, maka itulah yang paling sulit dibersihkan.

“Kami menggunakan rope technology, dan kami punya berbagai jenis tali yang saling berbeda pula fungsinya, terutama tali itu untuk memasang anchor di berbagai sudut, jadi kita bisa menjangkau bagian tersulit di bawah anjungan itu untuk dibersihkan, kalian dapat melihatnya nanti,” kata Moewes.

Analisis, Lalu Eksekusi

Sulit membandingkan pengerjaan proyek Monas dengan menara lainnya di dunia menurut General Manager PT Kaercher Indonesia, Roland Staehler, karena itu tergantung proyeknya. Tetapi poin terpenting yang pertama, menganalisis dulu jenis kotoran yang menempel di batuan menara tersebut, lalu mengeksekusi bahan yang akan digunakan.

“Ketika kita menangani suatu proyek, kita menggunakan tali dan harus berhati-hati saat di ketinggian. Misalnya seperti proyek pembersihan Gunung Rushmore di Amerika Serikat, kotoran di batuannya ada polusi, minyak, debu lengket, maka berdasarkan analisis seperti itu, kita menentukan bahan apa yang akan kita gunakan untuk membersihkan, yang bisa memberikan hasil terbaik,” urai Staehler.

Meskipun perusahaan itu telah berkeliling dunia untuk membersihkan monumen maupun gedung di seluruh dunia, namun ketika ditanyakan berapa banyak anggaran yang dihabiskan untuk kegiatan itu, Staehler merasa tidak enak menyebutkan jumlah secara gamblang. Alih-alih Staehler hanya mengatakan sangat banyak.

“Bagi perusahaan seperti kami, banyak upaya yang harus dikerjakan, mencari tenaga ahli, belum lagi peralatan yang kami gunakan sangat mahal seperti tali, tapi kami berterima kasih pada perusahaan yang sudah mendukung kami. Setelah proyek selesai baru kita bisa tahu berapa banyak biaya yang sudah kita habiskan untuk membersihkan Monas,” ujarnya diplomatis.

Tugu Emas Tidak Ikut Dimandikan

Kepala Unit Pengelola (UP) Monas, Rini Hariyani mengatakan untuk membersihkan tugu Monas yang terbuat dari emas tidak bisa sembarangan, karena itu merupakan bangunan cagar budaya dari landmark kota Jakarta ini.

“Kita harus melakukan kajian dulu, mencari yang betul-betul ahli. Bahkan kita sekarang sedang berupaya mencari pihak yang memasang tugu emas. Kalau orangnya sudah tidak ada, mungkin mencari tahu kepada keturunannya, kita akan menelusuri itu semua. Saat ini kita sedang memprogramkan melakukan kajian itu,” papar Rini.

Rini pun menjelaskan PT Kaercher Indonesia merupakan CSR (corporate social responsibility), yang tidak dibayar dalam kegiatan pembersihan Monas itu. Akan tetapi jika ada CSR lainnya yang bermaksud menawarkan membersihkan tugu emas, belum tentu Pemprov DKI langsung menyetujuinya.

“Harus tahu dulu prosedurnya seperti apa, kan mereka nanti harus memaparkan dengan Tim Pemugaran Monas. Jadi memang tim ini yang mengizinkan dan memberikan persyaratan dalam bangunan cagar budaya (tugu emas). Jadi kalau sudah memenuhi syarat tidak masalah,” kata Rini.

Meskipun Monas ditutup tanggal 5-18 Mei bagi pengunjung untuk naik ke atas puncak tugu monas, tetapi Rini menampik jumlah pengunjung berkurang.

“Meskipun ada penutupan tapi hanya yang ke atas saja. Pengunjung tetap bisa masuk ke Ruang Museum maupun Ruang Kemerdekaan. Kita hari pertama penutupan, jumlah pengunjung tetap tinggi, yaitu 1.950 pengunjung, hari Selasa sebanyak 1.609 pengunjung, hari Rabu belum masuk datanya, jadi tidak ada penurunan pengunjung dan kerugian. Kalau tutup total mungkin tidak ada pemasukan sama sekali,” ungkap Rini.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home