Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta Widiadi 08:31 WIB | Jumat, 06 Mei 2016

UNICEF Upayakan Pendidikan Anak Republik Afrika Tengah

Ilustrasi: Anak-anak Republik Afrika Tengah saat menyambut Paus Fransiskus yang melakukan kunjungan ke negara tersebut November 2015. (Foto: abc.net.au)

BANGUI, SATUHARAPAN.COM – Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengurusi pendidikan dan Anak (UNICEF) tengah menyoroti keinginan ribuan anak-anak di Republik Afrika Tengah yang kehilangan kesempatan mengenyam pendidikan.

“Tantangan bagi kami yakni anak-anak dapat melanjutkan sekolah ketika sekitar 20 persen dari populasi (4,6 juta, red) negara ini yang saat ini tinggal di pengungsian,” kata Perwakilan UNICEF untuk Republik Afrika Tengah,  Mohamed Malick Fall seperti diberitakan Reuters hari Kamis (5/5).

"Saat ini kami terkendala faktor  keamanan dan akses ke pendidikan yang bermasalah, anak-anak beresiko risiko untuk anak-anak bepergian ke sekolah, dan kurangnya PNS dan guru, yang melarikan diri," kata Fall.

Saat ini menurut data UNICEF dan dikutip Reuters banyak sekolah dasar dan menengah di negara tersebut yang kesulitan membuka kembali untuk kegiatan belajar mengajar karena kekurangan guru.

 Fall menambahkan setidaknya satu dari empat – atau lebih kurang 500 unit – sekolah dari berbagai tingkatan di negara yang dilanda konflik tersebut tidak berfungsi karena konflik dan peperangan.

“Saat ini sepertiga dari populasi anak-anak usia sekolah di Afrika Tengah  tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar,” Fall menjelaskan.

Fall menjelaskan saat ini UNICEF menyediakan bahan ajar dan memberi pelajaran paket untuk puluhan ribu anak-anak yang terpaksa putus sekolah, sementara banyak dari para pengungsi yang berusia dewasa secara sukarela menjadi pengajar di pengungsian.  

“Mereka (para pengungsi yang berusia dewasa, red) mungkin tidak memiliki latar belakang akademis atau pelatihan, tapi itu menunjukkan semangat yang besar dari orang-orang ini dan masyarakat untuk memastikan anak-anak tidak kehilangan sekolah,” kata Fall.

Fall menambahkan para pengungsi yang berusia dewasa tersebut dilatih memberi dukungan psikososial, karena banyak anak-anak menderita trauma karena harus mengungsi.  

“Saat ini banyak anak-anak yang menolak  berbicara, karena trauma,” kata dia.

Menurut bbc.com, konflik yang menyebabkan pengungsian di Republik Afrika Tengah merupakan konflik bersenjata antara pemerintah dan pemberontak yang menamakan diri mereka Seleka, pemberontakan tersebut terjadi antara 2012 sampai 2013.

Walau berlangsung sebentar – dalam catatan bbc.com – namun  pada awal 2014 lebih dari 1.200 warga mengungsi dari ibu kota Republik Afrika Tengah, Bangui, dengan pengawalan pasukan penjaga perdamaian. Para pengungsi merupakan kelompok  terakhir di kota itu yang telah menjadi target milisi  dalam konflik sipil.

Dalam catatan Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengurusi pengungsi (UNHCR) dan dikutip kembali reuters.com, konflik  mengakibatkan lebih dari 400.000 jiwa penduduk Republik Afrika Tengah meninggal dunia, dan memaksa hampir setengah juta penduduknya  mencari perlindungan di negara-negara tetangga seperti Chad, Kamerun dan Republik Demokratik Kongo.

 

Baca Juga

 

(reuters.com/bbc.com).

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home