Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 20:10 WIB | Senin, 24 Agustus 2015

Urgensi Pembentukan Badan Siber Nasional Dipertanyakan

Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mempertanyakan tujuan Pemerintah membentuk Badan Siber Nasional. Daripada membuat badan baru, Pemerintah disarankan menyerahkan wewenang penanganan masalah siber kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), Kementerian Pertahanan (Kemhan), atau Badan Intelijen Negara (BIN).

“Siber ancamannya sudah di depan mata, kalau membentuk badan baru lagi maka tidak sesuai, antara ancaman di depan mata dengan kesiapan badan tersebut nantinya. Jadi lebih baik Pemerintah memanfaatkan yang sudah ada, daripada membuat lembaga baru di bawah Menkopolhukam lebih baik Pemerintah mensinergikan kinerja pengawasan siber kepada Kemkominfo, Lemsaneg, Kemhan, atau BIN,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tantowi Yahya, saat ditemui sejumlah wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/8).

Menurut politikus Partai Golongan Karya (Golkar) itu, dengan menyerahkan wewenang tersebut pada kementerian atau lembaga yang sudah ada, penanganan masalah siber bisa langsung dikerjakan. Tidak sekadar memantau, namun langsung bisa melakukan serangan balasan, bila situs-situs Indonesia diretas.

Selain itu, dia melanjutkan, pembentukan Badan Siber Nasional juga tidak mudah. Karena pembentukannya harus dilindungi undang-undang dan alokasi anggaran yang jelas. Tujuannya, agar Badan Siber Nasional tersebut tidak menjadi lembaga yang sia-sia, karena pembentukannya dipaksakan. "Jangan seperti Badan Ekonomi Kreatif yang sempat gagu beberapa bulan karena tidak jelas undang-undang dan mata anggarannya," kata Tantowi.

Lintas Sektoral

Senada, Ketua Komisi I DPR RI, Mahfud Siddiq, menyarankan Pemerintah tidak membentuk Badan Siber Nasional. Sebaiknya, pengaturan dan pemantauan masalah siber berada di bawah Kemkominfo. Sebab, beberapa masalah siber bersifat lintas sektoral yang hanya membutuhkan koordinasi dan integrasi sistem pengelolaan.

"Menurut  saya tidak diperlukan pembentukan badan baru untuk kelola urusan siber. Karena ada urusan yang sifatnya lintas sektoral. Cukup dilakukan koordinasi dan integrasi sistem pengelolaannya," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

Lebih lanjut, Mahfudz menagatakan bila Pemerintah memandang perlu pembentukan institusi khusus untuk menangani masalah siber di Indonesia, sebaiknya membentuk gugus tugas lintas sektoral yang tidak membutuhkan regulasi dan alokasi anggaran khusus.

"Karena sifat keamanannya masalah siber juga tidak bisa dijalankan oleh sumber daya manusia yang tidak jelas kemampuan dan integritasnya," kata dia.

Mahfudz juga memaparkan, secara infrastruktur masalah siber menjadi tanggung jawab Kemkominfo. Atas dasar tersebut, dia menyarankan Pemerintah mengkaji ulang rencana memasukkan Badan Siber Nasional di bawah koordinasi Menkopolhukam.

"Secara fungsi dilakukan oleh lintas sektoral, harus dikaji mendalam plus-minus pembentukan badan baru," kata Mahfudz.

Meski begitu, politikus PKS tersebut mengakui ancaman dunia siber saat ini. Dia menilai siber telah menjadi tren dunia global yang didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang berkembang semakin cepat.

"Teknologi siber juga berkembang di sektor pertahanan-keamanan dan intelijen. Tapi siber juga membawa masalah cyber crime. Atas dasar ini pemerintah memang harus kelola serius masalah siber," tutur Mahfudz.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home