Warga Prancis dan Muslim Jangan Mudah Terprovokasi
PARIS, SATUHARAPAN.COM – Direktur Conseil Francais du Culte Musulman (CFCM) atau Komisi Tinggi untuk Peribadatan Muslim Prancis, Annouar Kbibech, mengajak warga Prancis dan umat Muslim di Prancis tidak mudah terprovokasi dan berprasangka buruk bila terjadi kasus kekerasan yang dikategorikan terorisme.
“Kami mengundang sesama warga Prancis jangan mengait-kaitkan semua yang berbau Islam dengan terorisme, dan sama-sama kami mengundang warga Muslim agar tidak memperburuk masalah dan membuat hal-hal yang lebih rumit,” kata Kbibech seperti diberitakan bbc.com, pada hari Selasa (30/8), beberapa saat setelah pihaknya mengadakan pertemuan dengan Kementerian Dalam Negeri Prancis.
Kbibech menginginkan umat Muslim Prancis dan warga Prancis dalam menyikapi peristiwa yang terkait dengan kekerasan atau terorisme melihat inti permasalahan dengan jernih, jangan ada prasangka buruk terhadap etnis atau agama tertentu.
Banyak organisasi yang mewadahi umat Muslim di Prancis yang mengecam tindakan dan aksi terorisme di negeri itu, apalagi yang membawa-bawa nama “jihad” dalam melancarkan aksi terorisme.
Kbibech mengemukakan dia setuju dengan ide Kementerian Dalam Negeri Prancis yang ingin membuat sebuah asosiasi atau yayasan nonprofit untuk mengawasi pemeriksaan imam dan pendanaan masjid di mana mereka berkhotbah.
“Pemerintah juga akan memeriksa latar belakang pendidikan seorang imam di masjid,” kata Kbibech.
Pemeriksaan latar belakang pendidikan, menurut Kbibech, karena pemerintah Prancis ingin melihat seorang imam mempromosikan sebuah Islam yang terbuka, toleran, dan menghormati nilai-nilai kehidupan dan demokrasi di Prancis.
Di sisi lain, dia memahami banyak intelektual Muslim di Prancis yang khawatir bila dilakukan monitoring terhadap imam yang memberikan tausyiah di masjid, maka pemerintah akan merusak privasi atau kekhidmatan umat Muslim dalam beribadah dan kehidupan sehari-hari seorang ulama di Prancis.
Kbibech menyadari beberapa pekan lalu terjadi peristiwa yang berkaitan dengan terorisme yang dilakukan secara individual seperti saat Peringatan “Bastille Day” di Nice, dan tersayatnya leher Pastor Jacques Hamel di Rouen. Kbibech memandang kedua peristiwa tersebut berhubungan dengan pelarangan burkini yang marak belakangan di beberapa kota di Prancis.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Dewan Muslim Prancis pengawasan Islamophobia (Collectif Contre Islamophobie en France) Marwan Muhammad menegaskan bila ada Muslim di Prancis yang ingin menunjukkan tanda-tanda Islam tidak sama artinya melakukan agresi terencana dan terorisme.
"Pihak berwenang harus berhenti mengejar Muslim dengan alasan ketakutan, salah satunya dengan mencurigai atau berburuk sangka dengan laki-laki yang memiliki jenggot atau simbol-simbol agama lain yang terlibat. Ini bukan tanda risiko. Ini adalah tanda religiusitas,” kata Muhammad. (bbc.com)
Editor : Sotyati
BI Klarifikasi Uang Rp10.000 Emisi 2005 Masih Berlaku untuk ...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia (BI) mengatakan, uang pecahan Rp10 ribu tahun emisi 2005 m...