Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 14:52 WIB | Sabtu, 20 Februari 2016

Yerusalem, Yerusalem....

Yerusalem tak lagi menjunjung citra surga.
Yerusalem (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – ”Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau” (Luk 13:34). Demikianlah keluhan Yesus terhadap Yerusalem.

Keluhan itu bukan tanpa sebab. Yesus mengeluh karena Yerusalem, mengutip gubahan H. A. van Dop dalam Kidung Jemaat 155, tak lagi menjunjung citra sorga. Sejatinya, itulah panggilan bagi Yerusalem.

Sejak awal, Allah berjanji kepada Abraham: ”Kepada keturunanmulah Kuberikan negeri ini, mulai dari sungai Mesir sampai ke sungai yang besar itu, sungai Efrat: yakni tanah orang Keni, orang Kenas, orang Kadmon, orang Het, orang Feris, orang Refaim, orang Amori, orang Kanaan, orang Girgasi dan orang Yebus itu.” (Kej. 15:18-21).

Daud merebut Yerusalem dari orang Yebus dan menjadikannya ibukota kerajaan menggantikan Hebron. Nama Yerusalem sendiri sering dikaitkan dengan ’damai’ (Ibrani syalom). Tak heran jika banyak orang mengartikannya sebagai kota damai.

Dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru (PB) nama Yerusalem dialihaksarakan menjadi Hierousalem. Bagian pertama langsung mengingatkan orang pada kata Yunani hieros ’kudus’. Nama Yerusalem berarti Salem yang kudus. Itu berarti, Yerusalem bisa disebut Kota Damai dan Kudus.

Daud dalam mazmurnya mengingatkan umat mencari wajah Tuhan (Mzm. 27:8). Mencari wajah Tuhan berarti menjadikan Tuhan sebagai fokus dan pusat hidup. Dengan kata lain, Tuhanlah yang terutama dalam hidup manusia. Persoalannya, itulah yang tidak dilakukan Yerusalem, Penduduk Yerusalem lebih menggugu kehendak hatinya sendiri. Mereka tidak menjadikan Tuhan sebagai pusat hidup mereka.

Itu tampak jelas ketika beberapa orang Farisi berkata kepada Yesus, ”Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau.” Kita tidak pernah tahu alasannya. Apakah mereka, yang biasanya berseberangan dengan Yesus, merasa sayang kalau Yesus mati di tangan Herodes. Atau, mereka sendiri ingin menakut-nakuti Yesus.

Apa pun maksud di balik nasihat itu, Yesus menjawab, ”Pergilah dan katakanlah kepada si rubah itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai ” (Luk. 13:32, TB2).

Yesus menyebut Herodes dengan rubah (TB: serigala). Yang dimaksud dengan rubah di sini ialah sekilas tampak seperti domba karena warnanya tak begitu berbeda, namun pemangsa domba. Arti kiasan rubah ialah untuk menggambarkan orang jahat yang licik dan berbahaya.
Di mata Yesus, Herodes merupakan gambaran manusia yang terlihat baik, namun berbahaya.

Nah, kalau rajanya saja bersikap seperti rubah, bagaimana dengan rakyatnya? Dan karena itulah, Yesus mengeluh!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home