Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Endang Saputra 13:13 WIB | Senin, 11 Juli 2016

DPR: Pemerintah Harus Tanggung Jawab Insiden Brexit

Ilustrasi. Pemudik kendaraan sepeda motor memadati jalur alternatif jalur Pantura Kawasan Cikalong, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (26/7). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Nizar Zahro menilai pemerintah harus bertanggungjawab atas insiden "Brexit" atau kemacetan parah jelang pintu keluar Tol Pejagan-Brebes yang mengakibatkan belasan pemudik meninggal.

“Tiga institusi yang sebenarnya  harus bertanggungjawab seperti Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerja Umum dan Rakyat (PUPR), Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT)," kata Nizar saat dihubungi wartawan di Jakarta, hari Senin (11/7).

Selain itu, kata Nizar pihak Kepolisian juga harus memberi informasi dan solusi terhadap para pemudik.

“Karena ini harus bekerja sama. Pengalihan arus kalau polisi tidak memberikan izin kan tidak mungkin atau menindak pelanggar juga tidak mungkin. Kejadian kemarin itu kan sangat kompleks, satu sisi masyarakat mempunyai harapan tinggi diresmikannya tol Cipali dan orang sama-sama ingin merasakan dan menikmati kecepatan tol Cikampek Jakarta ke Jawa Tengah khsusunya Brebes karena 3,5 jam. Tapi lupa di tol Brexit infrastruktur arteri nasional kita itu tidak siap," kata dia.

Menurut Nizar arteri nasional terdiri provinsi dan kabupaten. Setelah tol exit Brebes itu ada persimpangan jalan pertemuan antara jalur utara dengan jalur selatan, sehingga titik kumpulnya disitu.‎

"Ditambah lagi dengan banyaknya SPBU  dan lampu yang menuju arah kota Brebes, tapi tidak ada Polri atau tim di lapangan untuk mengalihkan ke Brebes Barat di exitnya, padahal di Brebes Barat itu lengang. Menurut saya tiga lembaga inilah yang harus bertanggung jawab dan tidak boleh saling salah menyalahkan. Apalagi sampai timbul korban 17 korban sampai meninggal dunia sesuai data rilis Kemenkes, ada yang di bus, mobil pribadi, rumah makan, pom bensin. Intinya banyak dehidrasi menghirup AC yang ada di dalam kemacetan sekitar 11-12 jam, akses ambulance tidak bisa sampai kesitu. Itulah akhirnya menyebabkan 17 korban meninggal disitu," kata dia.

Dengan demikian, kata Nizar sesuai dengan tugas pokok fungsinya (tupoksi) dan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang sarana dan transportasinya (bandara dan pelabuhan) yang harus bertanggung jawab adalah Kementerian Perhubungan dan untuk sarana infrastruktur jalan tol atau jalan non tol (arteri nasional), itu Kementerian Pekerja Umum dan Rakyat (PUPR), beserta BPJT

 “Adapun pengatur rekayasa lalu lintas ‎misalnya contra flow, pengalihan arus lalin, pemotongan arus dan sebagainya itu adalah Kakorlantas sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 2002 tentang Kepolisian,” kata dia menambahkan.

Politisi Partai Gerindra ini minta pemerintah harus meminta maaf kepada masyarakat dan tidak saling menyalahkan.

“Pemerintah harus meminta maaf, kepada masyarakat dan tidak boleh  ber-statement yang saling menyalahkan, kayaknya kurang koordinatif begitu, jadi ini kesalahannya kolektif kolegial bukan hanya pengatur lalu lintas tapi juga infrastruktur jalan tol dan non tol kita kurang siap‎, kemudian Kemenhub juga kurang siap," kata dia.

 

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home