Loading...
SAINS
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 20:20 WIB | Sabtu, 23 Juli 2016

Hari Anak Nasional Momentum Peduli Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Rektor Universitas Bung Karno, Teguh Santosa, meminta pemerintah tak sekedar memperingati Hari Anak Nasional yang jatuh setiap tanggal 23 Juli dengan seremoni, tetapi harus dijadikan momentum dalam memberikan bentuk perhatian nyata, khususnya bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Menurutnya, pemerintah harus hadir bagi ABK yang juga merupakan bagian dari generasi penerus bangsa.

“Anak-anak berkebutuhan khusus juga merupakan bagian dari generasi penerus bangsa. Pemerintah harus memberikan perhatian ekstra serius kepada mereka. Tidak sekadar seremoni dan perayaan-perayaan,” ujar Teguh yang juga merupakan bakal calon Gubernur DKI Jakarta, dalam siaran pers, hari Sabtu (23/7).

Bila menggunakan asumsi PBB, 10 persen anak usia sekolah di setiap negara adalah anak dengan kebutuhan khusus, maka di Indonesia saat ini ada tak kurang dari 4,2 juta anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dengan berbagai kategori.

Teguh mengatakan, meskipun sejak beberapa periode lalu sepintas pemerintah terlihat sudah memiliki perhatian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus dengan merayakan Hari Penyandang Cacat pada tanggal 3 Desember, merayakan Hari Kepedulian Autisme pada tanggal 2 April, dan mengadakan program pendidikan sekolah inklusi yang memberi kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus bersekolah di sekolah umum di sejumlah kota di Indonesia, akan tetapi Teguh memandang pemerintah belum melakukannya secara massif.

“Sepengamatan saya, itu saya tidak cukup. Harus ada upaya massif dalam waktu singkat untuk menciptakan gelombang besar kepedulian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang melibatkan banyak stake holder,” ucap Teguh.

Menurutnya, pemerintah harus menjadi motor untuk menciptakan gerakan massif itu. “Jakarta sebagai ibu kota negara dituntut menjadi model dari gerakan ini,” katanya.

Teguh mengatakan, masih ada fenomena yang tidak bagus, dimana kepedulian terhadap anak-anak berkebutuhan khusus hanya muncul secara signifikan di kalangan keluarga yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus. Sementara, anggota masyarakat yang tidak memiliki anak-anak berkebutuhan khusus terlihat kurang peka dalam menyikapi isu ini.

Di sisi lain, dia juga mengatakan masih ada keluarga dengan anak berkebutuhan khusus yang enggan dan terkesan menutup-nutupi kondisi anaknya karena alasan malu dan sebagainya.

Sebagai orang tua dengan anak berkebutuhan khusus, Teguh dapat memahami betapa sulit anak-anak berkebutuhan khusus berjuang dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, masih banyak masyarakat awam yang karena tidak atau kurang paham seringkali bertindak tidak tepat saat berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus.

Teguh memiliki tiga orang anak. Anak keduanya, Timur Muhammad Santosa, adalah anak dengan gejala Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) kategori high function. Timur yang kini duduk di kelas empat SD secara umum dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan tergolong murid cerdas di sekolahnya. Walau begitu, sebagai penyandang ADHD, Timur sulit dipahami lingkungan di luar keluarganya.

“Saya mengalami sendiri baru-baru ini, seorang supir taksi berkata-kata keras dan kasar kepada anak saya hanya karena dia tidak memahami bagaimana cara berkomunikasi dengan anak-anak seperti Timur,” katanya.

Menurut Teguh, berbagai hal yang harus dilakukan pemerintah Jakarta antara lain mendirikan pusat-pusat informasi dan krisis untuk membantu masyarakat luas memahami fenomena anak-anak berkebutuhan khusus. Juga menyediakan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang memudahkan ABK, termasuk merekrut dan membina banyak relawan dalam kampanye kepedulian terhadap ABK.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home