Loading...
RELIGI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 16:05 WIB | Jumat, 10 Januari 2014

Lebih dari 100 Juta Orang Kristen Dianiaya di Seluruh Dunia

Ilustrasi. (Foto: dari voiceofrussia.com)

KOREA UTARA, SATUHARAPAN.COM – Lebih dari 100 juta orang Kristen saat ini dianiaya di seluruh dunia. Berita mengejutkan tersebut diterbitkan oleh sebuah organisasi yang membela hak asasi manusia, Open Doors, dalam makalah penelitiannya “World Index of Persecution” (Daftar Kasus Penganiayaan di Dunia).

Peringkat utama negara yang kejam terhadap orang Kristen adalah Korea Utara, lalu ekstremis Islam dari Somalia, Suriah, Irak, Afghanistan, Arab Saudi, Maladewa, Pakistan, Iran, dan Yaman. Ada sekitar 50 negara yang masuk dalam daftar  tersebut dan akhir-akhir ini orang-orang Kristen bahkan dianiaya di Eropa.

Menurut penulis penelitian tersebut, warga Korea Utara yang tertangkap sedang membawa Alkitab, beserta semua keluarganya berisiko dipenjara dan menjalani kerja paksa, atau dalam kasus terburuk adalah hukuman mati. Masih belum ada yang menghitung berapa banyak korban orang Kristen di Somalia dan Suriah.

“Namun contoh mengerikan kekejaman yang dialami oleh orang Kristen ini tidak menarik perhatian masyarakat dunia,” kata Deutsche Welle mengutip kepala Open Doors, Markus Rode, di Jerman.

Sebenarnya ini merupakan kasus menarik yang seharusnya bisa membuka mata pemerintah Eropa dan pemimpin Kristen untuk meningkatkan perjuangan mereka melawan pelanggaran berat terhadap hak asasi orang Kristen.

Roman Lunkin, Presiden Agama Rusia dan Ahli Hukum Serikat Buruh yang memimpin penelitian di Institut Eropa di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, yakin bahwa mengingat situasi di Korea Utara, dalam hal ini untuk setiap permohonan pembebasan tidak akan berguna.

Tidak ada seorang pun yang bisa melawan Kim Jong-un. Namun, itu tidak berarti bahwa seseorang tidak bisa melakukan apa-apa. Meskipun berbahaya, misionaris Kristen tetap bekerja secara sembunyi-sembunyi di Korea Utara.

“Orang Kristen yang berada di Korea Utara, di China, dan di negara-negara Islam, tidak hanya warga lokal, namun termasuk juga misionaris yang pergi ke negara-negara itu dari Eropa, Amerika Serikat, dan Rusia. Saya tidak akan mengatakan bahwa masyarakat Barat tidak memperhatikan penganiayaan terhadap orang Kristen di Korea Utara, Afrika, Afghanistan, Pakistan, dan Irak.”

Dalam wawancara dengan Voice of Rusia, ia mencatat laporan berkala tentang pelanggaran hak-hak orang Kristen yang disusun oleh Departemen Luar Negeri AS, serta oleh komisi Kongres AS tentang kebebasan beragama dan Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia. Namun, jelas tidak cukup, karena media massa tidak mendukung cakupan masalah dan lebih memilih untuk fokus pada hak-hak minoritas jenis kelamin.

Berkaitan dengan penganiayaan orang Kristen di Eropa, bisa dicontohkan jurnalis, perawat, awak kabin dilarang mengenakan hal-hal yang berkaitan dengan salib. Ada banyak kasus mengenai orang Kristen dicegah untuk berbicara tentang iman mereka. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa lebih sering menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan agama Kristen, dan muncul sebuah berdiskusi di Italia tentang perlunya keberadaan salib di ruang kelas. 

Seperti yang terjadi di Austria, yang bisa dijadikan contoh adalah pengadilan melarang pemutaran film yang menghina Gereja Katolik. Pengadilan Eropa mendukung Pemerintah Austria dengan menyatakan bahwa dalam masyarakat demokratis, pemerintah harus melindungi nilai-nilai tradisional mayoritas.

Sergey Chapnin, editor surat kabar Moscow Patriarchate dan sekretaris Dewan Komisi Gereja Ortodoks untuk masalah hubungan gereja dengan negara dan masyarakat, percaya bahwa masalah pelanggaran hak-hak orang Kristen di Timur Tengah dan wilayah lainnya didiamkan di tingkat negara, tetapi ada beberapa penulis yang peduli dengan masalah itu.

Fakta yang menarik adalah banyak dari mereka yang muslim mengubah kepercayaan mereka menjadi Kristen. Menurut Sergey Chapnin, di Eropa, orang-orang semakin sadar akan bahaya yang datang dari komunitas muslim yang cepat sekali berubah menjadi komunitas radikal.

“Saat ini, ada kecenderungan baru yang menjadi lebih jelas ketika agama menjadi bagian dari kehidupan politik. Lima atau enam tahun yang lalu perwakilan keagamaan muncul di lembaga-lembaga Eropa, termasuk perwakilan dari Gereja Ortodoks Rusia. Situasi berubah, namun bergerak sangat lambat. Kesadaran sekuler dan ideologi sulit menerima kembalinya agama ke ranah kehidupan publik dan politik.”

Sementara itu, kecenderungan tersebut seperti tidak bisa lagi mengatasi masalah yang muncul. Toleransi terhadap muslim di Eropa tidak ditanggapi oleh negara-negara muslim. Sebaliknya, merasa diberi angin segar, Islam di Eropa itu sendiri menjadi lebih radikal. Sebagai contoh, di Jerman, selama satu tahun jumlah pengikut gerakan Salafi Islam radikal dua kali lipat dan itu bukan hanya di antara orang-orang yang berasal dari Timur Tengah. Dengan hilangnya kekristenan sebagai panduan (di Jerman, katedral Katolik sedang ditutup karena kurangnya permintaan), anak muda menjadi mangsa yang empuk bagi kelompok radikal. (voiceofrussia.com)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home