Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 19:03 WIB | Kamis, 03 Desember 2015

MKD Panggung Pertarungan Politik, Iktikad Baik Dipertanyakan

Ruang Rapat MKD. (Foto: Dok. satuharapan,.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Persidangan kasus dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR, Setya Novanto, yang kini tengah berlangsung di Mahkamah Kehormatan Dewan dinilai sebagai panggung pertarungan politik. 17 anggota MKD yang diposisikan sebagai penyidang pun tidak bisa bersikap netral seperti yang mereka katakan untuk menegakkan harga diri DPR.

“Apa yang terjadi di MKD saat ini lebih sarat pertarungan politik. Penyidang yang seharusnya menjadi wasit justru melakukan pembelaan, ini jelas yang terjadi pertarungan politik bukan proses menilai moral,” ujar Anggota Dewan Redaksi satuharapan.com, Sri Yunanto, saat dihubungi, hari Kamis (3/12).

Menurut dia, situasi yang kini terjadi dalam persidangan MKD menunjukkan persoalan PT Freeport Indonesia sarat dengan berbagai kepentingan. Yunanto pun mengaku sepakat dengan penilaian salah satu menteri yang menyebut ada pertarungan antarkelompok dalam kasus perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia

“PT Freeport Indonesia ini seperti gula, diperebutkan banyak kepentingan,” kata Yunanto.

Dia menambahkan, sebaikanya aparat penegak hukum masuk dalam masalah perpanjangan PT Freeport Indonesia ini, termasuk dalam kasus dugaan permintaan saham yang dilakukan oleh Ketua DPR, Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, kepada PT Freeport Indonesia. Sebab bila kasus ini hanya ditangani MKD, dia tidak yakin publik akan puas dengan keputusan yang nantinya diambil.

“Bagus juga di bawah ke ranah hukum. Karena belum tentu masyarakat akan puas dengan hasil keputusan MKD nanti,” tutur Yunanto.

Punya Iktikad Baik?

Sementara itu, Pemikir Muda Lingkar Studi Terapan Filsafat, Ito Prajna Nugraha, kepada satuharapan.com menjelaskan situasi yang kini terjadi di MKD menunjukkan buntunya proses demokrasi di Indonesia. Menurut dia, arah proses demokrasi di Indonesia telah berbelok dengan masuknya berbagai kepentingan ekonomi dan politik.

“Apa yang terjadi di MKD menunjukkan buntunya jalan demokrasi di Indonesia. Sepertinya terlalu cepat proses demokrasi di Indonesia terjadi, sehingga kita disalip oleh underground politics dan economy,” kata Ito.

Karena, dia menjelaskan, bukti rekaman lengkap percakapan antara Novanto, Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, menunjukkan ada politik transaksional yang bermain di balik ruang publik. Kini pertanyaannya, apakah anggota dewan dan pemimpin di Indonesia memiliki niat baik untuk menuntaskan kasus tersebut?

“Apa yang ada dalam rekaman itu membuka wajah bayang-bayang ekonomi dan politik, siapa pun yang menyadap atau datang dari mana rekaman itu, itu bisa menjadi alat bukti, tidak harus polisi atau KPK yang menyadap. Sekarang tinggal bagaimana iktikad itikad anggota dewan terhormat dan keputusan politik dari pemimpin nasional,” ucap Ito.

Bila ingin kembali kepada tatanan demokrasi yang benar, dia menyarankan, pemimpin di Indonesia kembali belajar setia pada tatanan hukum dan perundang-undangan yang ada. Pemimpin di Indonesia juga harus berani mengambil keputusan yang senantiasa berpihak pada kepentingan publik, agar situasi memalukan seperti yang terjadi di MKD tidak terulang lagi.

“Untuk kembali ke jalan yang benar, sebetulnya yang pertama adalah kesetiaan pada tatanan hukum dan undang-undang. Kedua, keputusan politik yang berani dan berpihak pada publik, sehingga tidak terjadi proses memalukan seperti yang saaat ini ada di MKD,” kata Ito.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home