Loading...
DUNIA
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 14:18 WIB | Selasa, 29 November 2016

Kisah Pilu RS Terakhir di Aleppo Timur

Kisah Pilu RS Terakhir di Aleppo Timur
Kondisi pasien di rumah sakit terakhir Aleppo Timur. (Foto-foto: Aljazeera)
Kisah Pilu RS Terakhir di Aleppo Timur
Seorang bayi perempuan mendapatkan penanganan intensif dari petugas medis.

ALLEPO, SATUHARAPAN.COM – Kondisi rumah sakit terakhir di Aleppo timur saat ini seperti situs suram. Bangunan ini ramai dan banyak orang terluka berbaring di seluruh koridor. Bekas dan bau amis darah serta suara jeritan dan tangisan menghiasi suasana di ruangan rumah sakit tersebut. Banyak bangunan di sekitar rumah sakit telah hancur karena serangan.

“Ini sebuah rumah sakit kecil. Namun mereka harus menerima banyak pasien yang terluka setiap hari karena itu satu-satunya rumah sakit yang tersisa di kota ini. Pastinya banyak beban dan tekanan bagi para medis,” kata Dr Hamza al-Khatib kepada Aljazeera, hari Senin (28/11).

Al-Khatib adalah salah satu dari segelintir dokter yang tersisa di bagian timur yang dikuasai pemberontak dari Aleppo. Dia mengatakan bahwa rumah sakitnya, yang namanya tidak disebutkan oleh Aljazeera karena alasan keamanan adalah satu-satunya rumah sakit yang tersisa setelah kampanye pemboman besar-besaran oleh Pemerintah dan jet Rusia yang dimulai pada tanggal 15 November, yang membuat lima rumah sakit di wilayah tersebut tidak dapat beroperasi.

Bangunan ini sudah menjadi target. Peluru dari pesawat menghantam dua bagian dari bangunan ini dan menghancurkan salah satunya. Dua pasien meninggal dan beberapa lainnya terluka,” kata al-Khatib merujuk pada pengeboman yang baru-baru ini terjadi.

Meski Pemerintah masih memiliki tentara dengan kekuatan penuh, rumah sakit masih berjuang untuk merawat ratusan korban akibat bom yang meluncur setiap hari.

Tantangan rumah sakit sangat banyak, staf medis harus berjuang dengan peralatan yang rusak, kurangnya ruang untuk korban yang terluka, belum lagi risiko rumah sakit juga akan menjadi sasaran bom.

“Pesawat itu mengebom wilayah di sekitar rumah sakit cukup banyak setiap hari dan kita tidak tahu kapan rumah sakit itu sendiri akan kena,” kata al-Khatib.

Hudhaifa Dahman adalah asisten paramedis, dia seperti melihat kuburan di sekitar rumah sakit.

“Sebagian besar pasien berada di lantai. Tidak ada ruang untuk berjalan. Ini pertama kalinya saya melihat seperti ini,” kata Dahman, yang telah bekerja di rumah sakit sejak awal pemberontakan rakyat melawan rezim Suriah Presiden Bashar al-Assad pada 2011.

Ada laporan yang saling bertentangan berkaitan jumlah rumah sakit yang beroperasi di Aleppo timur. Pekan lalu, aktivis oposisi mengatakan bahwa semua rumah sakit di Aleppo timur sudah tak bisa digunakan lagi. Namun, rumah sakit al-Khatib dan Dahman, bagaimanapun, masih berdiri dan beroperasi, meskipun pernah dilanda serangan udara  pada bulan November lalu.

Secara total, ada sembilan rumah sakit di Aleppo timur, di samping poin medis yang lebih kecil di seluruh daerah. Terkait dengan mencari unit pelayanan kesehatan lainnya di Suriah, Pemerintah dan oposisi tidak setuju bila pasien terluka dan penyakit parah lainnya harus keluar dari Aleppo timur.

Bila melihat ke situasi yang lebih luas tentang pelayanan kesehatan di Aleppo Timur ini juga terjadi dengan beberapa rumah sakit yang terpaksa ditutup. “Mereka berusaha membangun kembali, tapi saya ragu mereka dapat membangunnya dengan cepat. Mesin-mesin yang rusak tidak akan bisa diganti karena tidak ada yang mau datang karena perang,” kata koordinator program darurat untuk Doctors Without Borders (MSF), Teresa Sancristoval kepada Aljazeera.

Dengan hanya satu rumah sakit yang berfungsi, titik medis di Aleppi timur akan menjadi lebih penting di masa yang akan datang. Namun menurut Sancristoval titik medis tidak setingkat dengan perawatan yang diberikan rumah sakit.

“Orang-orang merawat pasien di rumah-rumah. Tapi seperti yang Anda bayangkan, tempat itu tidak sama dengan rumah sakit. Ini adalah tingkat minimum perawatan,” kata Sancristoval. “Korban pemboman perlu unit perawatan intensif (ICU) dan mesin yang tidak dapat diletakkan di ruang kecil.”

Masalah ini bukanlah hal yang baru. Rumah sakit di Aleppo timur ini telah mengalami serangan udara, kekurangan staf dan perlengkapan dalam satu tahun terakhir.

Pemboman di Aleppo timur ini merupakan bagian dari serangan besar oleh Pemerintah Suriah yang dibantu oleh Rusia dan sekutu lainnya untuk menguasai keseluruhan Aleppo, yang merupakan kota terbesar Suriah sebelum perang mengerikan yang dimulai pada tahun 2011 kemarin.

Pada hari Sabtu, Pemerintah mengumumkan mereka telah mengambil alih distrik Hanano utara dan pemberontak di daerah mengakui lini depan mereka runtuh. Keadaan ini diperparah dengan kelompok bantuan yang memperingatkan Aleppo timur sudah mulai kehabisan makanan. Persediaan bahan bakar juga minim dan musim dingin juga memperparah keadaan kota yang sedang dilanda perang.

Untuk saat ini, staf rumah sakit bertekad untuk memberikan pelayanan kesehatan ke Aleppo timur yang telah runtuh. “Kami bekerja selama 24 jam,” kata Dahman. “Bila kami istirahat, itu hanya sekadar untuk tidur dan makan makanan kecil.”

 

 

Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home