Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 00:47 WIB | Minggu, 05 Juni 2016

Komunitas Malioboro Sambut Puasa dengan Ruwahan Apeman

Komunitas Malioboro Sambut Puasa dengan Ruwahan Apeman
Kirab Ruwahan Apeman VII di sepanjang Jalan Malioboro Yogyakarta, Sabtu (4/6). (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
Komunitas Malioboro Sambut Puasa dengan Ruwahan Apeman
Masyarakat berebut gunungan hasil bumi pada Ruwahan Apeman VII.
Komunitas Malioboro Sambut Puasa dengan Ruwahan Apeman
Suasana panggung Ruwahan Apeman VII di sepanjang trotoar depan Kantor Gubernuran Komplek Kepatihan Yogyakarta.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menyambut bulan Puasa 1437 H, Komunitas Malioboro menggelar Ruwahan Apeman 2016. Acara yang berlangsung dari 31 Mei hingga 4 Juni 2016 diawali dengan memasang karya seni di seputaran kantor UPT Pusat Informasi Pariwisata (Tourism Information Center/TIC) Malioboro.

Komunitas Maliboro adalah kelompok seni jalanan seniman yang beraktivitas di sekitar Jalan Malioboro Yogyakarta. Penyelenggaraan ruwahan apeman tahun ini adalah yang ketujuh sejak pertama kali diadakan tahun 2010.

Puncak Ruwahan Apeman VII dihelat pada Sabtu (4/6) malam dengan dua titik acara. Pangung pertunjukan seni di depan gerbang Kantor Gubernuran Komplek Kepatihan mementaskan seni pertunjukan mulai sore hari. Tampil diantaranya Yuli ono singsut, kelompok musik NOS, IKPM Lombok Utara, Tari kreasi baru Umi cs, Teater Tantra.

Sementara kirab gunungan dimulai dari Kantor Dinas Pariwisata DI Yogyakarta menuju halaman Kepatihan. Dalam kawalan Bregada Lombok Abang sebanyak 2016 buah apem dalam bentuk gunungan, gunungan hasil bumi, serta gunungan sampah selepas Isya dilepas dengan diikuti kirab dari Dango Uma (mahasiswa Kalimantan yang ada di Yogyakarta),  Formmisi (Padang), Kamispon (Ponorogo), parade busana Wiwik Poengki Art.

Sepanjang kirab apem dibagikan kepada masyarakat umum tanpa harus berebutan, sementara gunungan hasil bumi oleh panitia sengaja dipersiapkan panitia untuk dirayah sebagai penanda puncak Ruwahan Apeman VII.

Diluar itu, selama acara panitia membuat apem serta lemang di lokasi acara untuk dimakan bersama-sama masyarakat luas yang melintasi ruas jalan lokasi acara.

Ojo Dumeh, Eling lan Waspada

Ditemui satuharapan.com saat persiapan Ruwahan Apeman VII Jumat (13/5), Imam B. Rastanagara salah satu penggagas Ruwahan Apeman menjelaskan bahwa kegiatan ini terselengara atas swadaya Komunitas Malioboro bersama para pedagang kaki lima yang ada di sekitar kantor TIC serta berbagai komunitas seni di Yogyakarta.

"Selama sebulan kita menggalang dana melalui pementasan musik setiap hari Kamis, Sabtu, dan Minggu malam. Dana yang terkumpul itu kita gunakan untuk menyelenggarakan Ruwahan Apeman," kata Imam.

Tentang tema yang diangkat Ojo Dumeh, Eling lan Waspada, lebih lanjut Imam menjelaskan bahwa ini semacam kritik kepada para stakeholders bahwa kebijakan pembangunan di wilayah Yogyakarta akhir-akhir ini belum menyentuh pada upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Adanya gerakan yang tumbuh di masyarakat semisal Jogja Asat, Jogja Ora Didol, Jogja in Intolerance(?), Jogja Berhenti Nyaman, menjadi gambaran pembangunan hanya mengejar fisik semata tanpa memperhatikan manusianya.

"Ojo dumeh kuoso, terus ora ngrungokke liyan (jangan karena berkuasa lantas tidak mau mendengarkan masyarakat). Kudu eling lan waspada (harus ingat dan berhati) atas amanah kekuasaan yang ada," jelas Imam mencontohkan bagaimana pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan modern turut meminggirkan dan menyengsarakan masyarakat sekitar.

Kedepannya Imam berharap kebijakan pembangunan di Yogyakarta bisa lebih humanis.

Ruwahan Apeman, street art menghidupi Yogyakarta

Dalam panggung sederhana berukuran 6 x 4 m2, Ruwahan Apeman VII menampilkan seni pertunjukan dalam berbagai jenis tradisional maupun modern. Perform tari Bali, musik kontemporer NOS, tari kreasi baru dari koreografer muda Umi Rahmawati (mahasiswa jurusan Seni Tari UNY) berjudul Ora Rumongso, musikalisasi puisi, teater, tarling, maupun perform yang cukup menghibur penonton dari IKPM Lombok Utara (NTB).

IKPM Lombok Utara menampilkan tari Manuk Belage di jalanan gerbang masuk Komplek Kepatihan. Tarian yang diinspirasi dari aduan ayam yang menjadi tradisi masyarakat Lombok, di tangan koreografer Edi Susanto (mahasiswa Penyajian Seni ISI)dalam iringan gamelan serta dipentaskan dalam formasi permainan-tarian gendhang dan incring menggambarkan pertarungan ayam di arena mampu menyedot para pejalan kaki di sepanjang Malioboro untuk berhenti sejenak menyaksikan tari Manuk Belage sampai selesai.

"Saya mempersiapkan perform ini sebulan penuh, mengajari kawan-kawan dari nol. (Tari Manuk Belage) ini sendiri gabungan antara musik dan tari dalam satu penyajian. Makanya saya memakai incring sebagai musik-tari pengiring sementara permainan gendhang sebagai gambaran laga ayam itu sendiri," kata Edi kepada satuharapan.com setelah acara perform tari selesai. Tari Manuk Belage merupakan karya tugas mata kuliah Penyajian Seni II yang disajikan Edi beberapa waktu lalu di ISI Yogyakarta.

Melihat perform NOS, Umi cs, Teater Tantra, IKPM Lombok Utara, dan juga perform yang lain seolah sedang menyaksikan Jalan Malioboro adalah gerak  dan napas bagi masyarakat Yogyakarta. Di atas aspal trotoar Malioboro seolah menjadi panggung mewah bagi karya musisi-koreografer muda seperti Umi Rahmawati, Edi Susanto, dan yang lainnya merintis jalan berbagi panggung kehidupan.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home