Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 13:35 WIB | Senin, 07 November 2016

Paus Fransiskus Rayakan Tahun Anugerah Bersama 1.000 Narapidana

Ilustrasi: Paus Fransiskus ketika berkunjung dan bertemu dengan para narapidana di Philadelphia, Amerika Serikat, 27 September 2015. (Foto: abc7.news.com)

VATIKAN, SATUHARAPAN.COM - Paus Fransiskus merayakan hari khusus Pembebasan atau Jubilee Mass untuk narapidana di Basilika Santo Petrus pada hari Minggu (6/11) lalu. Dia menyatakan kepada jemaat yang hadir bahwa setiap orang pernah berbuat salah dan ia mendorong mereka untuk tetap berharap kepada anugerah Tuhan.

Paus mengenakan jubah berwarna hijau dan tutup kepala putih, berdiri di hadapan 1.000 narapidana dari 12 negara, beserta keluarga mereka. Hadir juga para pastor yang melayani di penjara dan sukarelawan. Kegiatan itu merupakan bagian dari peringatan Tahun Suci Anugerah yang akan berakhir bulan ini.

“Hari ini kita merayakan perayaan Pembebasan Anugerah, Jubilee of Mercy, untuk Anda, dan bersama Anda, saudara-saudaraku, Anda yang saat ini harus dipenjara, pengharapan itu tidak boleh ragu,” ujar Paus.

“Kadang-kadang sebagian orang menghubungkan Anda dengan kezaliman, di mana penjara merupakan jawabannya. Kami tidak berpikir bahwa orang dapat mengubah hidup mereka. Kami kurang mempercayai rehabilitasi ke masyarakat. Dalam hal ini kita lupa bahwa kita semua adalah orang berdosa, dan tanpa disadari kita juga narapidana,” Paus menambahkan.

Paus menegaskan bahwa ini sebuah misi dari kepausannya, untuk mendorong keprihatinan terhadap golongan orang-orang paling rentan di dunia, termasuk orang miskin, orang sakit, orang lanjut usia, kaum migran, dan narapidana. Paus juga mendorong negara-negara untuk memberikan amnesti kepada para pidana dalam Tahun Suci ini, mencari alternatif dari penangkapan, dan penghapusan hukuman mati.

Paus juga mendorong para pemegang kuasa pemerintahan untuk meningkatkan kondisi penjara, kebijakan pengampunan, dan penawaran grasi bila memungkinkan.

Sebelum rombongan Paus memasuki Basilika, beberapa orang memberikan kesaksian mereka, termasuk mereka yang telah divonis melakukan kejahatan tetapi sudah dibebaskan dan kembali ke kehidupan mereka, dan juga seorang ibu yang anaknya tewas terbunuh. Ibu itu bercerita bagaimana ia belajar untuk mengubah kebencian menjadi perasaan mengasihi terhadap para narapidana, termasuk orang yang membunuh anaknya.

“Saat kita terkurung dalam ideologi dan absolutisme hukum di mana hukum justru telah merusak banyak. Saat itu kita sebenarnya sedang memenjarakan diri kita di balik dinding individualisme dan kepentingan diri sendiri, hidupilah kebenaran yang membebaskan kita,” Paus menambahkan. (japantimes.co.jp/spw)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home