Loading...
BUDAYA
Penulis: Kartika Virgianti 21:06 WIB | Kamis, 04 September 2014

Perjuangan HOS Tjokroaminoto, Embrio Perpolitikan Indonesia

Perjuangan HOS Tjokroaminoto, Embrio Perpolitikan Indonesia
Seluruh tim produksi bersama para aktor dan aktris film “Guru Bangsa: Tjokroaminoto”, dalam acara Press Conference Kick Off di XXI Plaza Senayan, Rabu (3/9). (Foto-foto: Kartika Virgianti)
Perjuangan HOS Tjokroaminoto, Embrio Perpolitikan Indonesia
Salah satu slide show di latar belakang panggung yang memperlihatkan proses rekonstruksi sampai pembangunan ulang bangunan sejarah yang akan digunakan untuk keperluan syuting.
Perjuangan HOS Tjokroaminoto, Embrio Perpolitikan Indonesia
Setting tempat HOS Tjokroaminoto pernah dipenjara.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Yayasan Keluarga Besar HOS Tjokroaminoto akan mulai memproduksi film epik drama bertema “Guru Bangsa: Tjokroaminoto”, berkisah tentang perjuangan Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto di era kebangkitan nasional, bagaimana sosok tersebut menghasilkan murid-murid yang justru dikenal sebagai pejuang kemerdekaan.

Dalam kesempatan Press Conference Kick Off Guru Bangsa: Tjokroaminoto, di XXI Plaza Senayan, Rabu (3/9), sutradara Garin Nugroho, mengatakan HOS Tjokroaminoto memang tidak sepopuler murid-muridnya yaitu Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, H. Agus Salim, tetapi punya peran penting dalam sejarah.

“Tjokroaminoto itu tidak terkenal tetapi melahirkan orang-orang terkenal, dia guru tetapi kalah terkenal dibanding murid-muridnya. Hal itu karena Tjokroaminoto punya peran yang terlalu banyak,” jelas Garin.

Peran Tjokroaminoto yang terlalu banyak itulah yang menjadi tantangan dalam membuat film, karena bisa dibuat dalam berbagai aspek dan sudut pandang. Akan tetapi tim produksi menghindari penceriteraan sang tokoh secara utuh, karena akan sangat rumit.

Maka, penonton akan mendapatkan potongan-potongan kejadian yang paling penting saja, yaitu pada periode 1921 ketika Tjokroaminoto ditahan, tentang bagaimana dia harus melakukan pembelaan diri untuk gagasan dan pikiran yang hendak ia perjuangkan.

“Era pasca pemilu sekarang ini, telah menciptakan antusiasme warga terhadap isu kebangsaan. Film ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi kehausan masyarakat akan asal-usul pergerakan bangsa sekaligus menjadi media pembelajaran politik berbangsa yang baik dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kondisi Indonesia yang sejatinya multikultural,” urainya. 

Menurut keterangan, film ini akan memulai proses syutingnya pada tanggal 7 September 2014, dan direncanakan pada awal tahun 2015 sudah selesai, untuk kemudian akan siap diputar sekitar bulan Maret atau April 2015 mendatang. Lokasi syuting akan dilakukan di sekitar Tuntang, Ambarawa, Semarang, dan Yogyakarta, Jawa Tengah.  

Belajar Sejarah Politik Lewat Film

Garin mengaku prihatin banyak anak muda sekarang hanya tahu HOS Tjokroaminoto dari nama jalan, tetapi deskripsinya tidak ada yang tahu. Mengingat ini adalah film politik, Garin menyasar film ini nantinya ditujukan untuk orang-orang yang sudang berusia mulai tingkat SMP ke atas, supaya bisa diapresiasi, mengingat periode zaman Tjokroaminoto adalah zaman yang paling sulit, bahkan nama Indonesia belum ada, masih disebut Hindia belanda.

Menonton film ini nantinya, Garin meyakinkan akan membawa penonton ke dalam situasi tahun 1920-an, di mana merupakan asal usul politik dan kehidupan berbangsa di masa kini. Politik yang dibawa oleh seorang Tjokroaminoto juga sangat mulia.

Pada era tersebut pertama kalinya ada kegiatan turisme di Indonesia, metalurgi atau pabrik baja berkembang pertama kalinya,  dan perkembangan industri-industri lainnya dengan membawa paham liberalisme ke Indonesia yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan besar.

Termasuk perkembangan industri kreatif, dengan mulai masuknya alat-alat musik dari luar seperti gitar biola, yang oleh bangsa Jawa dicerna kemudian diramu, maka itulah cikal bakal dari musik keroncong, beberapa musik Jawa lainnya ada yang masih bergaya Eropa dan Hawai. Kemudian akan diceritakan juga bagaimana pengaruh masuknya budaya Tiongkok, agama Islam, dan negara-negara lainnya yang baru masuk ke Indonesia.

Tjokroaminoto (akan diperankan oleh aktor Reza Rahadian) bukan hanya politikus, melainkan juga seorang penari Hanoman yang piawai, yang merupakan bagian dari pelaku industri kreatif (entrepreneur) pada masa itu. Selain Guru Bangsa dan pecinta seni, Tjokroaminoto berperan sebagai ahli komunikasi, wartawan sampai redaktur yang luar biasa. Dia beristrikan Soeharsikin (akan diperankan musisi Maia Estianty, cicit HOS Tjokroaminoto) yang juga seorang pemain piano.

Tjokroaminoto membawa sejarah yang disebut partai saat ini, yaitu berawal dari Sarekat Islam (SI) yang pada zaman itu anggotanya dua juta orang, punya koran sebagai sarana komunikasi kepada rakyat, serta koperasi. Bahkan Tjokroaminoto juga menuntut wajib pendidikan 15 tahun untuk anak-anak.

Setting Tahun 1920-an

Film yang mengkisahkan kehidupan  tokoh bangsa itu bersetting sekitar tahun 1920-an, suatu zaman yang sangat jauh berbeda dari era modern seperti sekarang. Maka, harus dibuat rekonstruksi bangunan-bangunan sejarah yang akan digunakan untuk proses syuting, seperti Hotel Oranye (sekarang bernama Hotel Majapahit) di Surabaya, gedung pertunjukan Surabaya, kantor gubernur jenderal VOC, atau mengambil tempat lain untuk keperluan yang sama. Serta ada bangunan yang harus dibuat baru yaitu mobil dan trem.

“Untuk melakukan syuting di Hotel Oranye yang kami buat ulang, karena kalau syuting di tempat asli itu sudah banyak sekali berubah, takutnya kalau kita tutup terlalu lama untuk syuting, lalu lintas masyarakat di sana yang sudah cukup padat akan semakin terganggu, jadi setting Hotel Oranye akan dilakukan di studio yang kami buat di Yogyakarta,” kata Garin menjelaskan.

“Banyak kendala untuk menghidupkan kembali suasana tahun 1920-an, terutama mobil, kalau sewa akan mahal sekali, makanya kita bikin mobil sendiri, trem juga mau dapat dari mana, makanya kita bikin sendiri,” dia menambahkan.

Bangunan-bangunan lama yang akan ditampilkan dalam film, dipastikan Garin akan dicari desain yang sesuai (retouch), tetapi tentu saja tidak bisa seperti aslinya, karena aslinya sudah tidak ada, seperti gedung pertunjukan Surabaya yang sudah tidak ada, kalaupun masih ada pasti sudah berubah fungsi menjadi kantor dalamnya.

Akar Budaya Bangsa

Dalam kesempatan yang sama, Produser sekaligus pemeran pembantu dalam film, Christine Hakim mengatakan bahwa perjuangan HOS Tjokroaminoto bukanlah perang fisik, melainkan melalui revolusi budaya, bukan hanya revolusi mental.

“Perjuangan yang dilakukan melalui dunia kesenian, pemikiran, pendidikan, dan aspek lainnya, supaya kita tidak tercabut dari akarnya” kata Christine.

Ketua Yayasan Keluarga Besar HOS Tjokroaminoto, Erik Hidayat, yang juga mewakili keluarga HOS Tjokroaminoto, menyampaikan HOS Tjokroaminoto, merupakan tokoh yang cukup penting dalam dinamika perjalanan sejarah bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.

“Di era kebangkitan nasional, beliau adalah sosok yang mempelopori bangkitnya rasa nasionalisme, kehormatan dan harga diri bangsa di tengah kolonialisme Belanda, jauh sebelum bangsa Indonesia lahir. Gagasan pemikiran yang beliau pelopori menjadi inspirasi dan motivasi para tokoh pendiri bangsa selanjutnya dalam meletakkan dasar membangun pergerakan demi mewujudkan kemerdekaan,” kata Erik dalam sambutannya.

Inilah yang melatarbelakangi Yayasan Keluarga Besar HOS Tjokroaminoto untuk mengangkat kisah perjuangan, perjalanan, gagasan dan pemikiran tokoh bangsa itu ke layar lebar.

Film ini diinisiasi oleh Yayasan Keluarga Besar HOS Tjokroaminoto, serta turut didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktur Jenderal Kebudayaan, Prof. Kacung Marijan, Ph.D, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekaf).

Selain itu, film epik drama ini merupakan kolaborasi antara Garin Nugroho (sutradara) dengan Christine Hakim (produser), serta rumah produksi Pic[k]Lock yang digagas oleh Sabrang Mowo Damar Panuluh (vokalis grup band Letto, Red) dan Dewi Umaya Rachman.

Produksi film yang menghadirkan setting tahun 1920-an dalam film ini boleh dibilang cukup memakan biaya besar meskipun tidak disebutkan jumlahnya. Maka, turut menjadi sponsor yaitu, MSA Group, Agung Podomoro Group, Sinar Mas Group, Bogasari Indofood, Indomobil Group, Artha Arsa Group, Pertamina Persero, Multi Bintang Indonesia Tbk, Mustika Ratu Tbk, Semen Indonesia (Persero) Tbk.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home