Loading...
INDONESIA
Penulis: Eben E. Siadari 08:32 WIB | Jumat, 22 April 2016

Pidato Tanpa Teks Jokowi Bikin Kagum WNI di Belanda

Pidato Tanpa Teks Jokowi Bikin Kagum WNI di Belanda
Salah seorang WNI di Belanda, Emilia Eleanor (kiri) tampak tertawa senang tatkala berhasil berfoto bersama Presiden Joko Widodo di Den Haag, Belanda, setelah berjuang untuk dapat masuk ke ruang pertemuan. (Foto: Emilia Eleanor)
Pidato Tanpa Teks Jokowi Bikin Kagum WNI di Belanda
WNI di Belanda berhimpun dan mengkoordinir diri sendiri untuk menyambut Presiden Joko Widodo di depan hotel tempatnya menginap di Den Haag. Mereka adalah WNI yang tidak termasuk dalam kelompok yang tidak mendapat undangan resmi untuk bertemu dengan Jokowi (Foto: Emilia Eleanor). Foto bawah: WNI di Belanda dengan tertib bersalaman dengan Presiden Joko Widodo di jalan menuju hotel tempatnya menginap. (Foto: Emilia Eleanor)

DEN HAAG, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo masih tetap menjadi magnet bagi Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri. WNI di berbagai kota Eropa yang dikunjunginya, antusias menanti kedatangannya. Masa-masa kampanye sudah lewat tetapi citra dan kekaguman pada sosoknya yang merakyat, tampaknya tak lekang dari memori para fans-nya.

Pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di London, Dino Kusnadi, sebagaimana dilaporkan BBC, mencatat setidaknya 900 orang rela antre untuk bisa selfie dengan Jokowi pada 20 April lalu.  Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) sampai kewalahan dan akhirnya mengatur urut-urutan selfie seperti di hajatan atau kondangan.

Hal yang sama juga terulang lagi di Den Haag, Belanda, ketika Jokowi berkunjung ke sana. Masyarakat Indonesia di Belanda menanti kedatangannya sangat antusias. Bahkan ada yang  sudah siap sejak sekitar pukul 17.00 waktu setempat pada hari Kamis (21/4) di depan Grand Hotel Amrath Kurhaus Den Haag, tempat menginap Jokowi dan rombongan.

Emilia Eleanor, WNI di Belanda, termasuk yang turut menanti kedatangan Jokowi. Menurut dia, ia dan rombongan bukan termasuk yang diundang oleh KBRI Belanda. Namun, mereka tetap antusias, berharap dapat bertemu dengan Jokowi. Tahun lalu, Emilia dan kawan-kawan juga melakukan hal serupa untuk bertemu dengan Ahok.

"Kita lagi nyambut Jokowi, pasukan gak diundang sama KBRI, koordinir sendiri nunggu di depan hotel," kata Emilia, mengirimkan foto kepada satuharapan.com, menceritakan pengalamannya menanti Jokowi.

"Dan, akhirnya tadi aku berhasil masuk ke acara ramah-tamah Jokowi dengan masyarakat Indonesia," tulisnya, lewat pesannya kepada satuharapan.com, hari ini (22/4).

Yang mengagumkan Emilia adalah kesederhanaan Jokowi masih tetap seperti yang ia bayangkan dan baca lewat pemberitaan media. Menurut dia, Jokowi sangat ramah.

Yang membuat dia terharu, Jokowi  bahkan lebih peduli kepada WNI Belanda yang tidak diundang resmi daripada yang diundang resmi.

"Jokowi lebih peduli dengan pendukung-pendukungnya yang tidak dianggap sama pihak penyelenggara (baca KBRI). Tadi pas sampai di hotel, ada setengah jam dia salamin lebih dari 60 orang dari ujung sampai ke ujung. Giliran di resepsi di dalam, dia cuma salamin beberapa orang saja," kisah Emilia.

Yang lebih menyentuh, kata Emilia, Jokowi tampaknya menyadari bagaimana antusiasme masyarakat ingin berfoto selfie dengannya. Maka ketika membuka ramah-tamah dengan warga, yang pertama ditanyakan oleh Jokowi adalah, "Siapa tadi yang belum selfie?"

Pidato Tanpa Teks

Dalam pertemuan dengan WNI di Den Haag itu, Emilia mencatat beberapa poin yang disampaikan oleh Jokowi. "Tadi Pak Jokowi intinya lapor ke masyarakat apa yang sedang dia perjuangkan. Kata Pak Jokowi, kita harus open dan kompetitif," kata Emilia.

Emilia lahir dan besar di Jakarta tetapi kini bermukim di Belanda. Ibu dua anak ini mengatakan, Jokowi yakin WNI bisa memenangkan persaingan bisnis yang semakin ketat dan terbuka.

Sementara di bagian lain, Jokowi juga menjelaskan pembangunan infrastruktur besar-besaran yang dilakukan di Indonesia. "Dasarnya sekarang bangun infrastruktur. makanya dia bangun jalan di Papua, Sumatra, Nusa Tenggara Timur. Bangun rel kereta di Sulawesi. Dan dia cerita, dia rajin mandorin/sidak ke proyek biar cepat selesai," kisah Emilia yang semasa di Jakarta kuliah di jurusan Sastra Belanda Universitas Indonesia.

"Dia tidak mau lagi harga semen di Jawa dan Papua bedanya 20 kali lipat, tidak adil. Intinya, dia tidak muluk-muluk dengan program yang tidak jelas," imbuh Emilia.

Yang membuat Emilia kagum adalah pidato atau penjelasannya yang disampaikan secara panjang lebar tanpa teks. "Cuma selembar kertas, kayaknya sih poin-poin saja. Diam-diam ternyata beliau pinter juga kalau jadi dosen," kata dia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home