Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 15:40 WIB | Senin, 03 November 2014

Sikap Politik Ulama Pesantren Banyak Bersumber Kitab Kuning

Ilustrasi.Jika menelisik pada nalar politik pesantren, sebenarnya sikap politik para ulama banyak bersumber dari kitab kuning. (Foto: Antara)

SLEMAN, SATUHARAPAN.COM – Jika menelisik pada nalar politik pesantren, sebenarnya sikap politik para ulama banyak bersumber dari kitab kuning yang dipelajari di pesantren. 

Meskipun, referensi kitab kuning yang digunakan itu tidak semuanya langsung berkaitan dengan pemikiran politik, namun bisa memberikan inspirasi dan pedoman dalam pengambilan sikap.  

Hal itu dikatakan oleh Dr Moh Nur Ichwan, Kaprodi Agama dan Filsafat PPs UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, saat menjadi pembicara dalam acara Diskusi Kajian Filsafat Politik Islam yang diadakan oleh Jurnal Mlangi yang bekerjasama dengan PMII Sleman dan KMNU UGM, Sabtu (01/10), di Auditorium RK 4 Fakultas Peternakan UGM. 

Di antara kitab-kitab yang digunakan sebagai referensi politik tersebut misalnya, dalam bidang fiqh siyasah (fiih politik) menggunakan al-Ahkam as-Sulthaniyyah wa al-Wilayat ad-Diniyyah karangan Abu Ali Hasan al-Mawardi; dalam bidang akhlaq Ta’limul Muta’allim karangan Syaikh Zarnuji; dalam bidang tasawuf Ihya’ Ulumiddin karangan Imam Ghazali, dan lain sebagainya. 

“Bahkan kitab dalam bidang bahasa seperti Alfiyyah Ibn Malik juga bisa menginspirasi politik. Jadi sebenarnya ulama pesantren itu kreatif, karena mereka dapat menciptakan kontekstualisasi bukan di negara Islam, melainkan di negara Pancasila,” kata dia.

Sebagai contoh adalah berdirinya Negara Pancasila yang dianggap sebagai bentuk final dari perjuangan umat Islam saat itu. 
Sikap ulama saat itu dilatarbelakangi dengan berpedoman pada kaidah ma la yudriku kulluhu la yutraku kulluhu (bila tak bisa diperoleh semua, bukan berarti ditingalkan seluruhnya). 

Selain itu, dalam setiap kebijakannya Presiden RI Ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga dikenal sering mengutip dalil tasharrufur ra’i ‘ala ar-ra’iyyah manutun bil mashlahah (kebijakan pemimpin terkait dengan kemaslahatan). 

Selain Dr Moh Nur Ichwan, hadir juga sebagai pembicara Wakil Ketua PWNU DIY, Prof Dr Purwo Santoso yang sekaligus guru besar fisipol UGM. Diskusi siang itu dimoderatori oleh Kiai Mustafid, Pengasuh Pesantren Aswaja Nusantara Mlangi, dan juga diikuti oleh mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta seperti UIN, UGM, dan UMY.( nu.or.id)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home