Loading...
RELIGI
Penulis: Retno Ratih Suryaning Handayani 11:31 WIB | Sabtu, 06 Desember 2014

Anak dari Berbagai Latar Agama Belajar Toleransi di Bali

Anak dari Berbagai Latar Agama Belajar Toleransi di Bali
Peserta Program Anak Lintas Iman di bawah tema Menyemai Perdamaian Bagi Anak Lintas Iman 27-28 Nopember 2014 di Kompleks Pura Mandala, Nusa Dua, Bali. (Foto-foto: Pdt Retno Ratih)
Anak dari Berbagai Latar Agama Belajar Toleransi di Bali
Anak dari Berbagai Latar Agama Belajar Toleransi di Bali

NUSA DUA, SATUHARAPAN.COM – Setiap orang membutuhkan damai. Berbagai cara dilakukan untuk menciptakan perdamaian. Upaya untuk menciptakan perdamaian makin menjadi kebutuhan ketika dalam keseharian budaya kekerasan makin nyata di depan mata kita termasuk atas nama agama.

Saling curiga dan berbagai bentuk ketegangan adalah wujud ketidakmampuan untuk menerima perbedaan sebagai rahmat dan keindahan. Bahkan kecurigaan dengan mereka yang berbeda sudah tampak sejak anak-anak. Bertolak dari realita ini dan harapan untuk menciptakan perdamaian, Gereja-gereja Mitra PKN-PGI menggagas Program Anak Lintas Iman di bawah tema Menyemai Perdamaian Bagi Anak Lintas Iman.

Dengan kesediaan Gereja Kristen Protestan Bali (GKPB) sebagai tuan dan nyonya rumah, program ini diselenggarakan pada tanggal 27-28 Nopember 2014 di Kompleks Pura Mandala, Nusa Dua, Bali. Tepat pukul 08.15 acara dibuka yang diawali dengan kata pengantar dan dilanjutkan dengan penyalaan lilin perdamaian oleh wakil dari setiap agama yang hadir. Penyalaan lilin ini menjadi simbol akan tekad semua pihak untuk menyalakan semangat perdamaian lintas iman.

Dalam sambutannya Pdt. Nyoman sebagai wakil dari Majelis Harian Sinode GKPB menyambut baik acara ini. Bahkan acara ini sebagai moment yang tidak terlupakan bagi anak lintas iman dan pendamping anak untuk belajar bersama. Sementara Pdt. Dr. Soewigyo sebagai Steering Committee dari Program PKN-PGI menyatakan bahwa program ini merupakan salah satu program yang dilakukan untuk mengembangkan perdamaian lintas iman. Hadir juga dalam acara ini Ketua FKUP Bali, bapak Ida Dewa Gede Ngurah Suwastha yang memberi apresiasi terhadap penyelenggaraan acara ini.

Pilihan tempat penyelenggaraan ini sendiri sudah mencerminkan upaya agama-agama untuk hidup berdampingan dengan damai. Di kompleks Pura Mandala ini berjejer bangunan tempat ibadah baik itu Gereja Katolik dan Protestan, Pura, Masjid, dan Vihara. Acara ini dihadiri oleh 50 orang peserta baik yang berasal dari Bali, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumba, Halmahera, Manado, dan Jakarta.

Mereka berasal dari berbagai komunitas yang berbeda baik itu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha. Selama dua hari ada berbagai percakapan baik itu kelompok maupun yang dipandu oleh narasumber tentang penting lembaga agama memberi perhatian kepada anak terlebih di tengah maraknya kekerasan terhadap anak yang akhir-akhir ini makin memprihatinkan. Meski mereka baru bertemu suasana terkesan cair terlebih ketika Bruder Heribertus Irianto memfasilitasi materi tentang membangun komunitas damai bagi anak lintas iman.

Acara ini ditutup pada tanggal 28 November dengan menghadirkan anak-anak lintas iman. Ada 66 anak dari berbagai komunitas agama berjumpa dan bermain bersama. Melalui nyanyian dan permainan mereka belajar untuk membangun kerja sama dan menumbuhkan keberanian untuk bersahabat dengan mereka yang berbeda baik itu berbeda agama, golongan maupun suku. Bahkan diakhiri acara, anak-anak meneriakkan keinginan untuk bisa berkegiatan bersama lagi. Antusiasme anak-anak dan pengalaman kebersamaan selama dua hari di Pura Mandala rupanya mendorong para pendamping anak merencanakan program anak lintas iman di daerah masing-masing, mengingat program seperti ini belum banyak dilakukan.

Kegiatan di atas adalah langkah-langkah kecil untuk membangun perdamaian di negeri kita tercinta Indonesia. Langkah ini juga harus dimulai dari anak karena anak juga mempunyai potensi untuk menjadi agen perdamaian. Hal ini penting mengingat upaya dialog yang selama ini dilakukan masih banyak menyentuh para tokoh-tokoh agama dan masyarakat. Upaya dialog lintas iman belum menyentuh tataran anak, sementara pembedaan sudah ada di tataran anak-anak. Padahal kalau kita mengupayakan dialog anak lintas iman, pada saat yang sama kita mendapatkan orang tuanya karena umumnya orang tua akan mendampingi anak. Kiranya program anak lintas iman ini makin dikembangkan di berbagai tempat di bumi Indonesia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home