Loading...
BUDAYA
Penulis: Eben Ezer Siadari 08:49 WIB | Sabtu, 04 April 2015

Daud Mendapat Wahyu Keraton, Inspirasi Lahirnya Wayang Katolik

Wayang Wahyu (Foto:http://shofiemuthia.blogspot.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kalangan Katolik mengenal wayang wahyu, yaitu pertunjukan wayang yang dimaksudkan menyampaikan wahyu atau firman Tuhan dalam Alkitab. Wayang ini pada awalnya sempat disebut sebagai wayang Katolik, tetapi kemudian diubah sebutannya menjadi wayang wahyu.

Menurut Anton Sudjiono yang menulis pada Mingguan Djaja edisi Agustus 1963, dan dikutip kembali oleh historia.co.id, Jumat (3/4), lahirnya wayang wahyu bercikal bakal pada sebuah pementasan di gedung Himpunan Budaya, Surakarta pada Oktober 1957. Ketika itu seorang guru Sekolah Guru Bantu II MM Atmowiyono, mementaskan lakon Dawud Mendapat Wahyu Keraton, sebuah kisah dari Alkitab Perjanjian Lama.

Rupanya lakon itu menarik perhatian  Bruder Timotheus L Wignjosoebroto FIC, Kepala SD Pangudi Luhur Purbayan Surakarta, yang turut menonton. "Ia tergerak untuk menjadikan wayang sebagai sarana menyampaikan wahyu atau firman Tuhan," tulis Aryono, dalam artikelnya untuk di historia.co.id, dengan judul Wayang Wahyu Melakonkan Kisah Injil.

Dia mendiskusikannya dengan banyak orang, termasuk Atmowiyono. Lalu ia pun membentuk tim untuk merumuskan bentuk wayang wahyu, yang kemudian dilukis oleh Roosradi, kepala inspeksi pendidikan jasmani Kota Sala.

Selain itu, Timotheus juga meminta bantuan tiga rohaniwan untuk duduk sebagai penasihat: Sutapanitera, SJ (Semarang), Hadisudjana MSF (Salatiga), dan Darmajuwana Pr (vikaris jenderal di Semarang).

Sebagai hasil kerja dari tim itu, pada 2 Februari 1960, dipentaskanlah serangkaian lakon di gedung Sekolah Kejuruan Kepandaian Puteri Purbaya Solo. Lakon-lakon itu adalah Malaikat Mbalela, Manusia Pertama Jatuh dalam Dosa, dan Kelahiran Tuhan Yesus Kristus. Awalnya wayang itu disebut wayang Katolik, namun atas saran PC Soetopranito, diubah menjadi wayang wahyu.

Pada 17 Oktober 1960, wayang wahyu mendapat kesempatan tampil di depan Uskup Agung Mgr Albertus Soegijapranata. Wayang wahyu rekaan Timotheus dan timnya mendapat apresiasi positif dari Soegijapranata.

Bahkan, Soegijapranata memberi saran-saran supaya wayang wahyu menjadi lebih baik. Di antaranya adalah wayang wahyu sepenuhnya disetujui dan sebaiknya terus dilakukan perbaikan/percobaan di lingkungan sendiri sebelum imprimatur (pernyataan resmi otoritas gereja yang menyatakan bahwa sebuah buku atau karya-karya cetak lainnya boleh diterbitkan).

Perbaikan wayang dan pementasan dilakukan. Wayangnya semula sederhana, terbuat dari karton atau kardus, lalu disempurnakan dan mulai berbahan kulit. Lakon yang dipentaskan juga bertambah yaitu Dawud-Goliat dan Sang Kristus dan Gereja Katholik. Dari sisi pementasan, satu lakon memiliki durasi tak lebih dari tiga jam, tentu tidak mengabaikan seni pedalangan dan karawitan.

Wayang wahyu kerap digelar pada hari-hari besar Kristiani (Natal dan Paskah), ulang tahun gereja atau paroki, ulang tahun pastor, dan peresmian gereja.

Wayang wahyu, notabene milik Katolik, telah menginspirasi wayang warta (wayang Kristen), sekitar 1970. Wayang warta kreasi dari Hadi Subroto, dengan dalang Sumiyanto, mantan pegawai dinas pendidikan dan kebudayaan, atas inisiatif Sukimin, seorang guru SD di Klaten.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home