Mantan Ibu Negara Korsel akan Mengunjungi Korut
SEOUL, SATUHARAPAN.COM - Janda mendiang Presiden Kim Dae-jung dari Korea Selatan akan melakukan perjalanan langka ke Korea Utara pada hari Rabu (5/8), membuat harap-harap cemas atas mencairnya ketegangan perbatasan, meskipun Korsel menyikapi lawatan itu sebagai perjalanan pribadi.
Kementerian Unifikasi Korsel mengatakan kunjungan Lee Hee-Ho bersama 19 anggota delegasi pada 5-8 Agustus dilakukan dalam rangka tugas kemanusiaan, akan meninjau rumah sakit anak, panti asuhan yatim piatu dan rumah bersalin di Pyongyang.
Semua mata tertuju untuk menyaksikan apakah ia akan bertemu dengan presiden Korea Utara, Kim Jong-un, yang sejauh ini belum menerima seorang pun warga Korsel sejak ia menjabat lebih dari tiga tahun lalu.
Kedua tokoh itu pernah bertemu satu kali, ketika Lee Hee-Ho (93) berkunjung untuk melayat kematian ayahanda presiden, Kim Jong-il, pada Desember 2011.
Kim Dae-jung Peace Center, koordinator kunjungan tersebut mengatakan 19 anggota delegasi bukan dari kalangan politisi atau mantan pejabat pemerintah. Wartawan Korea Selatan peliput kunjungan Lee juga tidak diizinkan bersama rombongan delegasi.
Mendiang suami Lee Hee-Ho dikenal atas kebijakan "Sunshine Policy" dalam menjalin hubungan antar-Korea dan menyelenggarakan pertemuan puncak yang bersejarah dengan Kim Jong-il pada tahun 2000.
Serangkaian percobaan nuklir, dan sesekali bentrok militer di perbatasan, membuat hubungan kedua negara tetap mendidih.
Pyongyang berulang kali mengabaikan ajakan perundingan dengan Selatan dengan alasan Seoul menolak membatalkan
latihan militer bersama dengan Amerika Serikat yang diselenggarakan setiap tahun.
Namun, Kim Dae-jung masih mendapat penghormatan dari sejumlah petinggi di Korut.
Kunjungan Lee --yang mendapat persetujuan secara pribadi dari Kim Jong-un, mungkin bisa membuka kembali jendela pembicaraan mengenai masalah keluarga, bukan politik, kata Jeung Young-Tae, seorang pakar di Institut Penyatuan Nasional di Seoul.
Kebijakan yang membuat Kim Dae-jung mendapat nobel perdamaian pada 2000 ditinggalkan begitu saja ketika pemerintahan konservatif mengambil alih kekuasaan di Seoul pada 2008, dan membuat suram kembali hubungan perbatasan. (AFP)
GKI Sinwil Jabar Harapkan Pilkada Asyik dan Penting
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sinode Wilayah Jawa Barat berkomitmen mewu...