Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 20:45 WIB | Kamis, 16 Oktober 2014

Melalui SR PGI, Gereja Diajak Jadi Mitra Kritis Pemerintah

Jeirry Sumampouw (kanan) bersama dengan Sekretaris Umum PGI, Gomar Gultom (kiri) saat peresmian Grha Oikumene. (Foto: Prasasta Widiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Gereja diharapkan menjadi mitra kritis bagi pemerintahan yang baru merupakan salah satu topik yang akan diangkat pada Sidang Raya (SR) XVI Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) .

Hal ini dikemukakan Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI, Jeirry Sumampow, S.Th. kepada satuharapan.com pada Kamis (16/10) di Gedung PGI, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

“Sesungguhnya gereja tetap berposisi netral, sehingga dalam SR nanti PGI ingin bertindak sebagai mitra kritis pemerintah. Rencana pembangunan yang akan dicanangkan pemerintah baru selama lima tahun mendatang akan sangat berbeda dari pemerintahan sebelumnya, “ kata Jeirry.

“Nah, kalau gereja sebagai mitra kritis pemerintah,maka gereja harus terlebih dahulu melihat bahwa  ada perbedaan karakteristik kepemimpinan di jaman SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia periode 2004 dan 2009) dan Jokowi (Presiden Indonesia Terpilih, Joko Widodo) nantinya akan berbeda,” Jeirry melanjutkan.

“Gereja harus melihat secara obyektif tantangan di pemerintahan Jokowi seperti apa, dan apa saja langkah-langkah yang harus disiapkan (gereja),” kata Jeirry.

Ajakan tersebut akan diulas dalam SR XVI PGI dalam diskusi yang berjudul Gereja Pasca Pemilu. Pasca pemilu legislatif dan presiden 2014 memberi pengalaman pertama kali bagi Indonesia bahwa dalam struktur politik terbagi atas blok oposisi (Koalisi Merah Putih, pimpinan Partai Gerindra) yang jumlahnya lebih banyak dari partai koalisi pemerintah (Koalisi Indonesia Hebat, pimpinan PDI-Perjuangan).  Jeirry menegaskan, bagi gereja, ini merupakan tantangan karena harus melihat masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan.

PGI nantinya akan memaparkan perbedaan kepemimpinan dua orang tersebut, sehingga masing-masing wakil gereja (sinode) akan melihat kebijakan-kebijakan yang menyangkut minoritas akan mengalami perbedaan pula. Jeirry menambahkan, gereja diajak menjadi mitra kritis pemerintah karena harus menyikapi dengan arif apabila ada kebijakan dari pemerintah yang dirasa tidak sesuai dengan visi dan misi gereja.    

“Kalau kami melihat SBY memiliki karakter kepemimpinan yang birokratis sementara Jokowi lebih merakyat,” Jeirry melanjutkan.

“Bagi kami penting untuk merumuskan kebijakan gereja dalam kaitannya relasi dengan negara,” Jeirry mengakhiri pembicaraan dengan satuharapan.com.

Sidang Raya Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia

Berdasar Tata Dasar PGI pasal 12. Sidang Raya adalah lembaga pengambilan keputusan tertinggi dalam PGI. SR yang diselenggarakan sekali dalam lima tahun ini merupakan forum bagi gereja-gereja di Indonesia menilai perjalanan bersama gereja-gereja di Indonesia.  SR juga merupakan pesta iman yang terdiri dari dua bagian, yang pertama adalah persidangan sebagai forum untuk mengambil keputusan mengenai kebijakan-kebijakan pokok PGI, dan selanjutnya adalah pesta iman bagi para peserta Sidang Raya untuk memperdalam penghayatan iman serta wawasan peserta sidang.  Tugas SR adalah membahas dan memperdalam hidup gerejawi dalam persekutuan, kebaktian, kesaksian dan pelayanan dengan bersama-sama menelaah Firman Allah, membahas keadaan dan tanggung jawab bersama gereja-gereja di Indonesia, menetapkan dokumen-dokumen keesaan Gereja, menilai dan menerima pertanggungjawaban MPH-PGI, membahas dan menerima hasil-hasil PRPG (Pertemuan Raya Pemuda Gereja) dan PRPrG (Pertemuan Raya Perempuan Gereja), memilih dan atau menetapkan anggota-anggota MPL (Majelis Pekerja Lengkap) PGI, MPH (Majelis Pekerja Harian) PGI, BPP (Badan Pengawas Perbendaharaan) PGI dan MP (Majelis Pertimbangan) PGI.

Tema untuk SR XVI di Nias kali ini yakni Tuhan Mengangkat Kita dari Samudera Raya  (Mazmur 71:20).

Metafora samudera raya secara sengaja dimanfaatkan untuk memberi muatan kontekstual-lokal pada sidang raya yang diselenggarakan di daerah yang pernah mengalami bencana tsunami pada 2004 dan gempa bumi 2005 ini. Tema ini dipilih PGI karena menegaskan pengakuan gereja-gereja di Indonesia dalam keadaan solidaritas mendukung Nias.

Subtema yang dipilih dalam SR XVI adalah Dalam Solidaritas dengan Sesama Anak Bangsa Kita Kembali Mengamalkan Nilai-nilai Pancasila Guna menanggulangi kemiskinan, ketidakadilan, radikalisme, dan kerusakan lingkungan

Gereja Pasca Pemilu dalam Aro Gosali

Aro Gosali, dalam bahasa lokal, merupakan tradisi masyarakat Nias dalam berdiskusi dan bermusyawarah tentang berbagai hal yang menyangkut kehidupan bersama. Istilah ini kemudian dipakai pada kesempatan SR ini, sebagai kesempatan dimana perwakilan gereja-gereja dapat berdiskusi bersama untuk mendalami berbagai masalah-masalah yang berkembang di masyarakat, dan bagaimana seharusnya gereja menyikapi perkembangan tersebut sesuai dengan sub-tema Sidang Raya XVI PGI tahun 2014.

Tema Gereja Pasca Pemilu hanya salah satu dari tema yang diusung dalam pokok-pokok diskusi di Aro Gosali Sidang Raya PGI XVI pada akan diselenggarakan Selasa (11/11) hingga Senin (17/11) di Gunung Sitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara. Selain itu masih ada tema Bencana Ekologis, Kepemimpinan Gerejawi, Ekonomi Jemaat, Pendidikan, dan Radikalisme.  SR XVI PGI tahun 2014 di Kepulauan Nias akan didahului dengan Pra Sidang Raya, yakni Pertemuan Raya Perempuan Gereja (PRPrG),  Pertemuan Raya Pemuda Gereja (PRPG), dan diselenggarakannya  Sidang MPL (Majelis Pekerja Lengkap) PGI.

Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan dengan Sidang Raya, sebagai wadah persekutuan oikumenis, pernyataan iman, dan ucapan syukur, serta evaluasi dan perencanaan pelayanan gereja-gereja di Indonesia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home